Hati-Hati Dengan Mushaf Al-Qur’an Terjemah Terbitan Kerajaan Arab Saudi

Al-Qur'an dan Terjemahan Departemen Agama RI
Amati al-Quran berciri sampul seperti dalam foto. Tahukah Anda? Ya, ini adalah al-Quran terjemah yang disertai dengan tafsirnya pada catatan kaki (footnote). Al-Qur’an itu menggunakan terjemahan Bahasa Indonesia dari Departemen Agama RI tetapi diterbitkan dan didistribusikan oleh Kerajaan Arab Saudi yang menganut paham Salafi Wahabi. Mushaf al-Qur’an tersebut biasanya dibagi-bagikan secara gratis kepada jama’ah muslim dari Indonesia.

Ada apakah gerangan dengan al-Qur’an terbitan Arab Saudi (Wahabi Salafi) itu? Coba Anda buka dan lihat kembali, perhatikan Surat al-Baqarah ayat 255, atau biasa kita kenal dengan Ayat Kursi. Dalam footnote tertuliskan:

Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassir mengartikan Ilmu Allah, ada juga yang mengartikan kekuasaanNya. Pendapat yang shahih terhadap makna “Kursi” adalah tempat letak telapak Kaki-Nya.

Perhatikan tulisan yang berbunyi “Pendapat yang shahih terhadap makna ‘Kursi’ adalah tempat letak telapak Kaki-Nya”. Lebih diperinci maksud tulisan tersebut kata “Kursi” dalam ayat itu diartikan sebagai “Tempat telapak kaki Allah SWT”. Ini jelas tafsiran yang membahayakan dan sangat berbahaya bagi aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Tafsir al-Qur’an tersebut menjerumuskan aqidah umat Islam kepada aqidah tasybih (penyerupaan Allah dengan makhlukNya). Apalagi dibumbui dengan klaim “Pendapat yang shahih”, padahal itu hanya akal-akalan saja. Maha Suci Allah dari penyifatan makhluk kepada DzatNya.

Adapun mengenai tafsiran Kursi sebagai ‘tempat kedua telapak kaki Allah’, kelompok Wahabi Salafi beralasan dengan hadits riwayat Ibnu Abbas Ra.:

الكُرْسيُّ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ

“Kursi adalah tempat kedua telapak kaki (Allah).” (HR. al-Hakim no. 3116).

Kelompok Wahabi Salafi mengatakan bahwa hadits dari Ibnu Abbas itu adalah mauquf, diantara mereka ada satu orang bernama Syuja bin Mukhallad mengatakan bahwa riwayat ini marfû’ berasal dari Rasulullah SAW. Pernyataan Syuja bin Mukhallad yang mengatakan bahwa hadits ini marfû’ menyalahi riwayat para perawi terkemuka lainnya yang telah menetapkan bahwa hadits ini hanya mauqûf saja, dengan demikian pernyataan Ibnu Mukhallad ini adalah salah. Sementara telah jelas bahwa hadits-hadits mauqûf tidak dapat dijadikan dalil dalam masalah aqidah.

Adapun pemahaman hadits tersebut, jika tetap hendak diterima, adalah bahwa besarnya al-Kursi dibanding dengan Arsy adalah bentuk yang sangat kecil sekali. Perumpamaan besarnya kursi hanyalah seukuran dua telapak kaki seorang yang duduk di atas ranjang. Artinya, ukuran tempat pijakan dua kaki itu sangat kecil jika dibanding ranjang yang didudukinya. Adh-Dhahhak berkata: “Kursi adalah tempat yang dijadikan pijakan dua kaki oleh para raja yang berada di bawah tempat duduk (singgasana) mereka.”

Berikut ini adalah tafsiran yang benar, dinukil dari kitab Tafsir Jalalain QS. al-Baqarah ayat 255:

وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ

“KursiNya meliputi langit dan bumi”, ada yang mengatakan bahwa maksudnya ialah ilmuNya, ada pula yang mengatakan kekuasaanNya, dan ada pula Kursi itu sendiri yang mencakup langit dan bumi, karena kebesaranNya, berdasarkan sebuah hadits: “Tidaklah langit yang tujuh pada kursi itu, kecuali seperti tujuh buah uang dirham yang dicampakkan ke dalam sebuah pasukan besar.”

Yang perlu dipahami adalah kursi Allah tidak bisa disamakan dengan kursi manusia pada umumya. Karena Allah memiliki sifat Mukhalafatuhu lilhawaditsi (berbeda dengan makhlukNya). Tentang makna ‘kursi’ itu sendiri, para ulama masih berbeda pendapat. Ada segolongan ulama yang memaknai ‘kursi’ sebagai ilmu Allah berdasarkan riwayat ath-Thabari dari Ibnu Abbas Ra.: “Kursi Allah berarti ilmu Allah.” Sementara ulama yang lain memaknai ‘kursi’ sebagai ‘Arsy itu sendiri. Al-Hasan berkata: “Kursi adalah ‘Arsy itu sendiri.” Pendapat lain mengatakan bahwa ‘kursi’ adalah kekuasaan Allah yang dengannya Dia mengendalikan langit dan bumi.

Masing-masing pendapat tersebut memiliki sudut pandang dan pertimbangan tersendiri, sesuai dengan riwayat yang telah diterima. Yang jelas, sekali lagi kursi Allah tidak sama dengan kursi-kursi pada umumnya. Dan lihat juga dalam kitab-kitab tafsir lainnya untuk membuktikan bahwa para ulama tidak ada yang menafsirkan seperti penafsiran para ulama Salafi-Wahabi.


Untuk itulah, kami himbau kepada umat Islam di Indonesia agar berhati-hati dengan al-Qur’an terjemah yang dibuat oleh Wahabi Arab Saudi. Apalagi dengan buku-buku Islam terjemah buatan Arab Saudi yang sudah dikotori oleh tangan-tangan jahil Wahabi Salafi. Lebih baik tidak usah menerima al-Qur’an dan buku-buku terjemah yang berasal dari Arab Saudi karena itu memberikan keselamatan yang lebih baik daripada aqidah anda rusak tanpa disadari. Wallahu al-Musta’an A’lam. (Muslimedianews)

Komentar

  1. Kalau mau buat postingan mohon yang sedikit bermutu dan ber-ilmu...

    Kita lihat tafsir dari ayat Kursi ini di kitab Tafsir Ibnu Katsir dan Imam Qurthubi yang jelas menafsirkan ayat ini.. apakah lalu kita mengatakan bahwa Ibnu Katsir dan Imam Qurthubi atau bahkan Ibnu Abbas dan Al Hakim serta Adz Dzahabi adalah seorang pengikut Wahabi ??

    BalasHapus
    Balasan
    1. namanya juga temuan pak...
      kami menyampaikan apa yang menjadi keresahan teman2, bahwa ada data terjemahan di Qur'an dari Kementerian Agama mengalami penambahan redaksional di TERJEMAHANNYA....
      kawan2 sudah memberikan data, termasuk melihatnya di Tafsir al-Jalalain...
      Sampean terlalu menyepelekan temuan teman2...
      Silahkan kalau ada masukan yang bermutu, dengan misalnya menunjukkan ibnu katsir memberikan tafsiran yang sama dengan terjemahan yang baru itu atau sama dengan terjemahan yang lama... ya tunjukkan donk... kalau sekedar bilang nggak bermutu... sambil mereka anak SD juga bisa....
      Sampean belum2 sudah melihat bahwa postingan ini sudah final... kalau ini tulisan ini diposting ya tentu harapannya proses diskusi itu berlangsung.... ...

      Hapus
    2. Begini saja karena ini dunia maya silahkan sampeyan baca dan lihat tafsiran ayat Kursi ini..

      Untuk tafsir Ibnu Katsir silahkan merujuk ke alamat :

      http://www.qtafsir.com/index.php?option=com_content&task=view&id=139

      Untuk Tafsir Imam Qurthubi silahkan lihat di :

      https://archive.org/stream/TafsirAlQurtubiVolI/Tafsir al Qurtubi - Vol I#page/n672/mode/1up

      Hadits tafsiran terhadap ayat tersebut jelas Shohih dari Ibnu Abbas Radiyallahu Anhu.. yang diriwayatkan oleh Imam Al Hakim..

      Dan ingat akidah Ahlus Sunnah dalam masalah sifat Alloh Azza wa Jalla adalah tidak men-Ta’wil (mengartikannya kepada makna lain dari makna aslinya), Ta’til: (tidak menetapkan sifat-sifat atau hanya menetapkan sebagian saja dan menafikan yang lainnya), Tahrif : (merubah nas baik secara lafal atau makna, dan memalingkannya dari maknanya yang secara dhohir kepada makna lain), Takyif: (menerangkan beberapa keadaan yang terjadi yang terjadi atasnya sifat itu), Tamtsil: (menetapkan permisalan terhadap sesuatu dengan menyerupakannya dari segala sisi).

      Jadi jangan memaksakan seakan-akan salafy menyerupakan Alloh Azza wa Jalla dengan mahluk-Nya.. maha suci Alloh dari yang demikian..

      Hapus
    3. Waduh, Abu Yunus as-Salafy ini memang asal buka mulut. Di kitab Tafsir Al-Qurtubi yang dia berikan link-nya itu tidak menyebut riwayat Ibn Abbas tentang “Kursi sebagai tempat kaki Allah”. Yang ada justru Ibn Abbas berkata bahwa “Kursi adalah ilmu-Nya” dan ini didukung oleh Thabari. Tapi, link itu ternyata cuma terjemahan, yang isinya tidak lengkap. Kalau kita lihat di kitab aslinya yang berbahasa Arab [jil. 4, hal. 275-278], maka akan kita dapati bahwa Al-Qurtubi jauh lebih banyak mengutipkan hadis yang menegaskan bahwa “Kursi tersebut bukan tempat kaki Allah”. Bahkan, dikutipkan pula pernyatan Al-Baihaqi bahwa maksud Ibn Abbas adalah: “Perbandingan Kursi dengan ‘Arsy adalah seperti perbandingan tempat kaki dengan tahta. Sama sekali tidak dimaksudkan sebagai tempat Allah SWT (wa laisa fihi itsbatu al-makanillahi ta’ala).” [jil. 4, hal. 277]. Berikut ini link ke kitab aslinya berbahasa Arab:

      https://archive.org/details/TafsirQurtubiTurki

      Wassalam,
      Muh. Anis

      Hapus
    4. # Muhammad Anis

      Pertanyaannya siapa yang memaksakan penafsiran Ayat Kursi tersebut dengan penyerupaan ?? Jelas dalam terjemahan tersebut hanya menjelaskan bahwa yang shohih dalam hal ini adalah sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas Radiyallahu Anhu.. tanpa adanya penetapan penyerupaan Alloh Azza wa Jalla dengan mahluk, tetapi kalian seakan menggiring opini dan memaksakan bahwa Salafy adalah mujasimah..

      Sekarang saya beri ilustrasi kepada anda.. Ahlus Sunnah mengimani bahwa Al Quran adalah Kalamulloh.. lalu apakah dengan pernyataan tersebut lalu bisa diartikan bahwa Alloh juga mempunyai mulut dan lidah sebagaimana mahluk-Nya ??

      Jadi jangan salah memahami maksud dari penjelasan dalam terjemahan Al Quran tersebut.

      NB : Kenapa anda tidak kritisi tafsir Ibnu Katsir ??

      Hapus
  2. Benar juga itu kalau salafy wahabi anti mujasimah kepada Allah SWT. WOng situs2 di kota2 Suci dunia Islam kalau bisa dihancurkan saja.. biar tidak buat orang musyrik katanya.... tapi mahasuci Allah dengan perlindungannya, Baitullah ribuan tahun tetap terselamatkan dari tangan2 jahil salafy wahabi dan golongan seperti mereka, dengan nash dan dalil2 yang pasti... coba kalau tidak, pasti baitullah akan juga menjadi sasaran penghancuran tangan jahil mereka.....
    dalam konteks baitullah, apa penjelasan kalian hai salafy wahabi... kenapa tidak kalian sebut juga milyaran umat manusia menyembah batu? dan mereka menyekutukan Allah dengan selain-Nya...?

    BalasHapus
  3. Assalamuálaikum, kenapa wahabi dianggap sesat?
    Kenapa ketika ada orang yang menyampaikan agama Islam yang hanif langsung dicap wahabi? Misalnya tawasul kepada kuburan itu ga boleh,
    Kalau begitu mohon dijelaskan kenapa tawasul kepada ulama yang sudah meninggal itu boleh? Apa tujuannya?
    Assalamuálaikum

    BalasHapus
  4. Kelakar tulisan ini terutama bab hadith marfu' dan mauquf yang disebutkannya.

    Seandainya penulis mempelajari ilmu hadith secara sistematik, pastilah dia tahu bahawa hadith mauquf adalah terhenti kepada sahabat.

    Ijmak ulamak salaf dan khalaf Ahli Sunnah, para sahabat adalah adil. Jika hadith itu maqbul sanad dan matannya, maka ianya boleh dijadikan hujjah.

    Perlu kita ketahui, adakalanya para sahabat apabila membicarakan sesuatu hal yang ghaib, mereka terus mengatakannya dan para sahabat lain yang mendengarnya, sedia maklum apa yang diperkatakan itu adalah dari Nabi Muhammad saw.

    Dalam hal lain, perkataan 'kursi di bawah tapak kaki-Nya' terdapat dalam Mustadrak al-Hakim dan dia mengatakan sahih SESUAI DENGAN SYARAT SYAIKHANI (iaitu sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim). Hadith ini dari Waki', dari Ibnu Abbas ra.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muqaddimah Pidato/Ceramah di Kalangan Nahdlatul Ulama

Membaca Wirid Dan Doa Setelah Shalat

BENARKAH KEPUTUSAN MUKTAMAR NU I DAN KITAB I’ANAT ATH-THALIBIN MELARANG TAHLILAN?