Pondok Pesantren Ar Rohmah: Meski Fasilitas Minim, Santri Terus Bertambah

Sejak didirikan tahun 2001 silam, Pesantren Ar Rohmah di Desa Jorongan Kecamatan Leces Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur masih minim fasilitas. Bahkan, untuk ruang kelas saja pesantren ini masih harus menggunakan rumah sang pendiri, Ustadz Hasanuddin.

Untuk datang ke Pesantren Ar Rohmah ini relatif sangat mudah. Dari arah terminal Bayuangga Kota Probolinggo, kita bisa menggunakan bus atau minibus jurusan Jember dan Banyuwangi.

Saat sampai di pertigaan Desa Jorongan, pengunjung tinggal menaiki becak dengan biaya Rp. 5 ribu pengunjung sudah sampai ke pesantren ini. Dibilang mudah, karena semua tukang becak di pertigaan Jorongan tersebut sudah mengerti lokasi pesantren Ar Rohmah.

Selasa (25/2) sekitar pukul 15.00 WIB, Kontributor NU Online berkesempatan mengunjungi Pesantren Ar Rohmah ini. Saat itu, terlihat para wali murid sedang duduk di pelataran rumah Ust Hasananuddin yang merupakan pengasuh sekaligus pendiri Pesantren Ar Rohmah.

Para wali murid tersebut baru selesai membantu ngecor. Tidak berselang lama, seorang paruh baya mendatangi Kontributor NU Online sekaligus menanyakan maksud dan tujuan. Setelah menyampaikan tujuannya. Orang tersebut memperkenalkan bahwa ia adalah Hasanuddin.

“Inilah kondisi pesantrennya. Masih kotor semua. Karena memang baru bangun kelas,” ungkapnya.

Bagi Hasanuddin, melengkapi fasilitas adalah urusan yang terakhir. Sebab, fasilitas akan datang sendiri, jika santri yang sudah lulus bermanfaat di masyarakat. “Saya juga belum pernah mendapat bantuan pembangunan baik dari Pemkab Probolinggo maupun Pemprov Jawa Timur. Biarlah berjalan dulu apa adanya. Kita gunakan fasilitas seadanya dulu,” jelasnya.

Alumnus Pesantren Miftahul Ulum Sidogiri Pasuruan ini menceritakan bahwa pada tahun 2001 lalu, Hasanuddin baru menyelesaikan pendidikan salaf di Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Setelah pulang ke rumah, bapak 2 anak ini berkeinginan untuk mendirikan pesantren. “Karena sebelumnya sudah ada TPQ non formal. Ini peluang yang harus dikembangkan. Saya pun pamit ke bapak mengutarakan niat itu,” terangnya.

Saat itu, tidak ada fasilitas yang dimiliki yang ada hanya mushala yang biasa ditempati TPQ. Ia pun mulai mengumpulkan para wali murid TPQ. “Waktu itu sayapun mulai menceritakan pentingnya pesantren. Dalam pesantren terdapat lembaga pendidikan agama, selain TPQ juga ada madin (madrasah diniyah) serta ada tempat mukim (menginap) sebagai pembelajaran mandiri seorang santri. Alhamdulillah, semua wali santri pun mendukung. Dan rata-rata santri TPQ berkeinginan untuk mukim disini,” kenangnya.

Setelah resmi berdiri menurut Hasanuddin, para santri pun mulai berdatangan. Saat itu ada 12 santri yang mukim. “Tahun 2002 itu langsung ada 12 santri yang bermukim. Karena memang tidak ada ruangan, mereka tidur di mushala,” tuturnya.

Pada tahun ini pesantren itu terus berkembang pesat, saat ini jumlah santrinya mencapai 85 orang. Dengan rincian 20 santri putra mukim, 30 santri tidak mukim dan 35 santri putri tidak mukim.

Karena jumlah santri yang banyak, akhirnya saya berencana mendirikan kelas. Sebab selama ini masih menggunakan rumah dan mushala. Tetapi karena sudah tidak ideal, saya pun membangun lokal,” tegasnya.

Dengan bantuan wali santri dan donator, proses pembangunan sudah mulai dilakukan. “Kami butuh dana sekitar Rp. 100 juta. Dana yang ada masih Rp. 50 juta. Saya yakin akhir tahun nanti, 8 lokal yang saya rencanakan ini sudah harus tuntas. Alhamdulillah, pembangunannya sekarang sudah mencapai 40 persen,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Mahbib)


Post: NU Online
Link: http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,46-id,50456-lang,id-c,pesantren-t,Walau+Minim+Fasilitas++Santri+Pesantren+Ar+Rohmah+Terus+Bertambah-.phpx

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muqaddimah Pidato/Ceramah di Kalangan Nahdlatul Ulama

Membaca Wirid Dan Doa Setelah Shalat

BENARKAH KEPUTUSAN MUKTAMAR NU I DAN KITAB I’ANAT ATH-THALIBIN MELARANG TAHLILAN?