Pondok Pesantren Perlu Modifikasi
Santri Ponpes Darul Falah, Ciloang, Serang |
Magelang, 22
Desember 1988.
Kitab kuning,
yang disusun sekitar 170 tahun yang lalu, dan hingga kini tetap menjadi sumber
pegangan bagi jamaah NU, sudah saatnya
dimodifikasi untuk bisa menjawab tantangan zaman selaras dengan perkembangan
yang ada. Meskipun secara operasional para ulama sudah mampu menegmbangkan
paradigm dan mengajarkan Kitab Kuning secara kontekstual, namun modifikasi itu
belum dilakukan secara tertulis.
Wakil Ketua
Robithoh Al-Ma’ahid Al-Islamiyah, KH. M. Imron Chamzah mengemukakan hal itu
kepada “Bernas” Jum’at siang di Pondok Pesantren Darussalam Watucongol,
Muntilan, Magelang.
Modifikasi itu
menjadi semakin penting artinya, Ujar KH. M. Imron Chamzah, jika mengingat
perlunya keseragaman pemahaman para ulama terhadap sesuatu masalah yang timbul
di dalam kehidupan masyarakat. Selama ini, akurasi para ulama dalam menjawab
masalah-masalah yang timbul sangat ditentukan kemampuan para ulama itu sendiri
dalam mengembangkan konteks paradigm yang ada dalam kitab kuning. Sementara
itu, zaman terus berubah dan masyarakat semakin maju dan masalah yang timbul
makin kompleks. Pemimpin PP. Islamiyah dari sepanjang, Sidoarjo, Jawa Timur ini
memberi contoh, dalam kitab Kuning disebutkan bahwa hasil pertanian yang perlu
dizakati adalah jenis –jenis tanaman pangan, seperti padi, jagung, dll.
Kemudian ada pertanyaan dari ummat, apakah tembakau dan cengkih juga perlu
dizakati? Kalau seorang ulama hanya berpedoman pada kitab Kuning, maka ia akan menjawab
bahwa tembakau dan cengkih tidak perlu dizakati. “Ini akan mengakibatkan ummat
berpandangan bahwa islam tidak adil.
Petani padi yang ahsilnya tidak seberapa harus membayar zakat, sementara petani
cengkih yang hasilnya berlimpah–limpah
tidak diwajibkan membayar zakat. Jadinya kan repot? “ ujar KH. M Imron
Chamzah.
Lewat Pondok
Upaya
pengembangan kontekstualisasi tersebut, menurut kiyai Imron, akan bisa cepat dilakuakn dengan
melalui pondok pesantren, karena Kitab Kuning bagi para santri dan ulama
pondok.
Karena itulah,
ujarnya berbagai informasi perkembangan dalam masyarakat perlu secepatnya
disampaikan kepada para kiyai atau ulama di pondok. Agar mereka cepat memahami
maslah yang ada di dalam masyarakat, lalu bisa mengkontekskan sesuai Kitab
Kuning.
Pertanyaan
senada dikemukan Pj. Ketua Robithoh al–Maahid
al–Islamiyah KH.M Sohib Bisri. Ia menegaskan, tidak semua yang ada di
Kitab Kuning mampu mencukupi hidup kita. Karenanya perlu ada hal-hal baru yang
dikembangkan, namun tidak menyimpang dari paradigma yang ada. “ini bukan
pembaharuan kitab, akan tetapi semacam penyesuaian dengan situasi dan kondisi
zaman sekarang!” ujarnya.
Menyangkut kualitas ulama sekarang ini, KH.M. Imron
Chamzah menilai terjadinya kecenderungan penurunan kualitas dari sudut
penguasaan ilmu agama. Namun demikan, dari segi ber wawasan nusantara, terjadi
sebalikny. Arinya, makin banyak kiayi yang atau ulama yang memiliki kemampuan
lain dan wawasan lebih luas.
Salah satu penyebab
dari merosotnya mutu ulama produk sekarang ini, dilihat dari sudut agama,
adalah karena masuknya pendidikan formal ke dalam pondok, sehingga waktu yang dimiliki
untuk hal lain. Namun demikian harus ada didasari bahwa zaman sekarang memamng
sudah menghendaki bahwa para santri tidak hanay ,enguasai sola-soal keagamaa,
akan tetapi juga menguasai soal-soal yang berhubungan dengan keduniaan. Dan
menurut kyai Shohib Bisri, memamng perlu ada keseimbangan yang pas antara dua
kepentingan tersebut.
Orientasi Non
Agamis
Di dalam
masyarakat sendiri, kata kiyai Imron, sekarang ini muncul kecenderungan brau yang non–agamis dalam
orientasi mereka memasukan anak-ankanya ke pondok. Gejala ini umumnya muncul di
kota-kota besar seperti Jkarta.
Orangtua mereka memasukan anaknya ke
pondok bukan karena agar lebih banyak mendalami soal agama, akan tetapi dengan
alas an kewalahan dalam mengawai tingkah sang anak. Selain itu, juga muncul kecenderungan alas an
ekonomis. Menyekolahkan anaknya di pondok biayanya jauh lebih murah daripada
diluar pondok. “ adapula dengan alas an agar anaknya bias sembuh dari berbagai
kenakalan remaja”! katanya.
Ia menambahkan dalam Muktamar yang berlansung
di PP Darussalam ini, juga akan terajdi perubahan penting dalam tatanan
organisasi Robhittoh. Kalau semula mengikuti pola Nu dengan adanya sebutan Pengurus Besar dan
semcamnya, maka dalam muktamar nanyi akan lebih disederhanakan. kalau semuala
Robithoh bersifat “ mengommandani “ pesantren, maka nanti akan diubah menajdi
bersifat koordinatif dan pelayanan bagi pondok pesantren. []
Komentar
Posting Komentar