Kebhinekaan dan Kebangsaan dalam Perspektif Islam Ahlussunnah wal Jama’ah [Bagian Keempat, Implikasi Kebhinekaan dan Kebangsaan]


Implikasi Kebhinekaan dan Kebangsaan
Implikasi dari pengakuan dan penghormatan kepada kebhinekaan dan kebangsaan sekurang-kurangnya dapat dicermati dari sepuluh pokok berikut.
1.                  Kedudukan Umat Nabi Muhammad SAW
a.                  “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (QS Al-Baqarah [2]: 143)
KH. Dian Nafi
[95]. Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.
b.                  “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran [3]: 110)

2.      Keadilan

a.   “Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan keadilan karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.  Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Ma-idah [5]: 8)
b.    “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak al-qisth (keadilan), menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri.” (QS An-Nisa’ [4]: 135)
c.     “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul dengan bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat melaksanakan al-qisth (keadilan).” (QS Al-Hadid [57]: 25)
d.                  “Apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah engkau memutuskannya dengan adil ….” (QS An-Nisa’ [4]: 58)

3.      Memaafkan
a.        “… dan permaafanmu itu lebih dekat kepada takwa.” (Al-Baqarah [2]: 237)
b.   “Mereka yang menafkahkan hartanya, baik pada saat keadaan mereka senang (lapang) maupun sulit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan orang-orang yang bersalah (bahkan berbuat baik terhadap mereka). Sesungguhnya Allah menyukai mereka yang berbuat baik (terhadap orang yang bersalah).” (Ali Imran [3]: 134)
c.     “Balasan terhadap keburukan adalah pembalasan yang setimpal, tetapi barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka ganjarannya ditanggung oleh Allah.” (QS As-Syura [42]: 40)
d. “Hendaklah mereka memberi maaf dan melapangkan dada. Tidakkah kamu ingin diampuni oleh Allah?” (QS An-Nur [24]: 22).

4.      Kebenaran
a.          “… maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan ….” (QS Yunus [10]: 32)
b.    “Dan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang batil akan lenyap.’ Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS Al-Isra’ [17]: 81)
c.  “… dan Allah menghapuskan yang batil dan membenarkan yang hak dengan kalimat-kalimat-Nya (Al-Quran).” (QS As-Syura [42]: 24)
d.    “… Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun terhadap kebenaran.” (QS An-Najm [53]: 28)

5.      Tenggang Rasa
a.    “… maka maafkanlah mereka dan bertenggangrasalah kepada mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-Maidah [5]: 13)
b.    “… Untuk tiap-tiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikannya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu ….” (QS Al-Maidah [5]: 48)
c.     “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS Al-An’am [6]: 108)
d. “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adaah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah  salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat [49]: 12)
e.  “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di hadapan Allah adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat [49]: 13)

6.      Kebersamaan
a.    “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” (QS Ali Imran [3]: 105)
b.    “Maka disebabkan karena rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS Ali Imran [3]: 159)
c.     “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyeru (sesama manusia) memberi sedekah, berbuat kebajikan, dan mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS An-Nisa’ [4]: 114)
d.       “Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masing menjadi umat, dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya, ‘Pukullah batu itu dengan tongkatmu!’ Maka memancarlah darinya dua belas mata air ….” (QS Al-A’raf [7]: 160)

7.      Kepedulian
a.        “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat amannya.” (QS At-Taubah [9]: 6)
b.   “Dan hendaklah orang-orang itu takut kepada Allah jika meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.” (QS An-Nisa’ [4]: 9)
c.         “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS An-Nisa’ [4]: 36)
[294]. Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang muslim dan yang bukan muslim.
[295]. Ibnu sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal, termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.

8.      Karya Nyata
a.     “Dan Katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan’.” (QS At-Taubah [9]: 105)
b.     “Katakanlah: ‘Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui’.” (QS Az-Zumar [39]: 39)

9.      Daya Pilih atas Informasi
a.    “… sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS Az-Zumar [39]: 17-18)
b.   “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS Al-Hujurat [49]: 6)
c.    “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada rasul dan ulil amri[322] di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)[323]. Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” (QS An-Nisa’ [4]: 83)
[322]. Ialah: tokoh-tokoh sahabat dan para cendekiawan di antara mereka.
[323]. Menurut mufassirin yang lain maksudnya ialah: kalau suatu berita tentang keamanan dan ketakutan itu disampaikan kepada rasul dan ulil amri, tentulah rasul dan ulil amri yang ahli dapat menetapkan kesimpulan (istinbath) dari berita itu.

10.  Tanggung Jawab
a.   “(Di hari kemudian) kamu akan melihat setiap umat bertekuk lutut, setiap umat diajak untuk membaca buku catatan amal perbuatannya …. “ (QS Al-Jatsiyah [45]: 28)
b. “Dia (Allah) tidak dimintai pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS Al-Anbiya’ [21]: 23)
c.     “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS Al-Kahfi [18]: 7).

Penutup
            Islam mengakui kebhinekaan dan memberikan dasar-dasar wawasan kebangsaan yang patut dikembangkan oleh generasi mudanya agar mereka dapat menjadi kader teladan bangsa lingkungan sebayanya. Pengakuan dan penghormatan atas kebhinekaan dan kebangsaan sepatutnya diwujudnyatakan melalui karya nyata kalangan pesantren. 
Piagam-piagam kebangsaan yang dihasilkan oleh Nahdlatul Ulama dan sudah dibukukan oleh Sekretariat Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Piagam Madinah berikut kajiannya selayaknya dimasyarakatkan pula, terutama melalui para santri dan pelajar di lingkungan nahdliyin. Keperluan ini bisa dijangkau dengan cara memasukkannya sebagai muatan kurikulum mata pelajaran Pendidikan Ahlussunnah wal Jama’ah. 


[Disiapkan oleh M. Dian Nafi’ sebagai Pengantar untuk Halqah “Membangun Karakter Kebangsaan Pemuda melalui Pesantren” Diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama di Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan, Jl. K.H. Samanhudi No. 64, Purwosari, Laweyan, Surakarta, 8-10 Oktober 2011]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muqaddimah Pidato/Ceramah di Kalangan Nahdlatul Ulama

Membaca Wirid Dan Doa Setelah Shalat

BENARKAH KEPUTUSAN MUKTAMAR NU I DAN KITAB I’ANAT ATH-THALIBIN MELARANG TAHLILAN?