K.H.Abdurraman Wahid: Masalah Dasar Pondok Pesantren

K.H.Abdurraman Wahid: Masalah Dasar Pondok Pesantren
Gus Dur
Sebenarnya beberapa menteri penting seperti Menteri Perindustrian, Pertanian dan Pekerjaan umum juga seharusnya memberikan pengarahan dalam kesempatan ini. Sebab informasinya sangat dibutuhkan untuk membahas kehidupan bangsa yang akan datang. Padahal Presiden sendiri mengatakan bahwa satu juta hektar tanah di Kalimantan akan menjadi  sawah. Kita memeng memerlukan reoriantasi kepada pemikir dan perancang pembangunan termasuk yang ada dalam pemerintahan. Apa sebenarnya orientasi pembangunan ekonomi di masa yang akan datang? Misalnya, program pengembangan Pantura harus ada sasarannya dan pembangunan sepeti apa yang ingin kita capai.
Dr. Yamalsyah, Menteri Perekomian pada pemerintahan Hitler, pernah menghabiskan seluruh tenaga, pikiran dan dana yang dimiliki rakyat, termasuk hutang negara, untuk membuat jalan tol di Jerman yang jumlahnya ratusan ribu kilometer. Pada dasarnya, membuat jalan adalah untuk memberikan penghasilan kepada orang yang membuat jalan. Lantas timbul pertanyaan, penghasilan ini untuk apa? Ternyata ini memungkinkan mereka membeli barang jadi dari Jerman sendiri. Dengan kata lain, mereka menumbuhkan industry barang jadi dalam negeri yang kokoh dan ditunjang dengan sistim perbankan serata pengembangan pasar domestic yang kuat untuk menanmpung produk-produk dalam negeri.
Demikian pula Jepang meski memeliki cara yang berbeda. Negeri ini lebih menekan pada pemakaian uang yang ada untuk pembangunan infra struktur. Tetapi dipusatkan sekitar jalan-jalan raya. Melalui pabrik-pabrik, mereka mengekspor untuk pasar luar negeri. Itulah sebabnya sebelum perang dunia, Jepang sudah terkenal mampu membuat apa saja, asal bisa dijual murah di luar negeri. Karena itu perang dunia bagi Jepang hakekatnya adalah perang perebutan pasar luar negeri melawan sekutu. Ternyata hingga hari ini , ekonomi Jepang masih tetep kuat di tangan Kementerian Industri dan Perdagangan Internasional. Belum lagi kita berbicara tentang India, China, dan Amerika.
Setelah kita paham pembangunan berbagi macam negara lalu kita coba mengambil seperti apa pola? Dalam hal ini kita harus berani bertanya kepada pemerintah, untuk dijelaskan pembanguan ini orientasinya bagaimana? Kalau kita mau menguatkan industri ekspor, mengapa sistem ekonomi kita berbiaya sangat tinggi dan bunga diturunkan, para ekonom geger. Memang, itulah akibanya kalau sistem ekonomi kita belum terstruktur. Untuk mengubahnya cukup sulit karena itu bias berharap 20 tahun lagi bisa bersaing dengan negara-negara lain.
Dalam hal ini seharusnya kita berpikir untuk pengutan pasar domestik. Kalau perlu kita mengirim orang ke Jerman. Belajar pada orang-orang Yamalsyah yang masih hidup agar kita mempunyai bahan perbandingan yang kuat. Dari paparan di atas, peserta Mukernas diharapkan mengetahui bahwa pesantren itu harus mengenal gambaran makro tadi. Untuk itu kita jangan mudah di ninabobokan. Pada masa penjajahan kita sudah birokratis sekali. Saakan kita diberi permen murahan lalu kita terima saja.
 Sekarang peranan pembangunan kian hebat, dengan keberhasilan KB dan Lingkungan Hidup. Itu semua penting, tapi tak ada satupun yang prono. Yang prono dengan industrilisasi, perombakan pertanian dan penciptaan infrastruktur dalam negeri. Dan ini artinya berbicara tetang orientasi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional kita. Namun syang, kenap akita tidak pernaj diajak berbicara tentang hal ini. Mungkin pemerintah khawatir kita tidak mamapu diajak berbicara . padahal kalau kita berbicara, jelas skali kita mamapu, sbaba ini msalah pokok yang harus kita piker bersama.
Sebaikanya kita tidak hanya dicukupkan dengan masukan-masukan dari pencerman. Namun juga perlu memekirkan masalah itu dari konteks lain. Kita harus berani mengambil jarak dari masalah-masalah yang disuguhkan kepada kita.  Kalau, tidak kita akan dihadapkam dengan masalah-masalah yang tidak ada urusannya dengan kita. Sedangkan masalah yang menjadi tanggung jawab kita malah tidak tertangani.
Kemarin Drs. KH THolhah Hasan, aslah seorang ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam SilahturahPresiden Suharto dengan para ulama , menanyakan hasil penelitian yang dilakukan Unisma Malang, yaitu sleuruh orangtua mengakui bahwa peran keluarga dalam jauh disbanding dulu. Hal itu diduga karena mereka tidak punya peluang atau tidak punya waktu. Hanya sedikit sekali yang mengatakan bahwa mereka memang tidak mau melakukanya. Dengan begitu berat orang tua masih ingin mendidik anak-anaknya, dengan mengembangkan ahlaqul karimah-nya dan meningkatkan pengetahuan agama. Hanya saja kondisi yang tidak mungkin.
Pertanyaan yang diajukan kepada Pak Harto ini level pertanyaan calon menteri (bukan orangnya). Begini pertanyaanya, apakah pondok pesantren tidak mungkin dibebani tugas untuk mempersiapkan orang tua dan keluarga sebagai pendidik, pembentuk alhaqul karimah. Pak Harto Menjawab: itu betul, makanya majlis taklim perlu. Jawaban beliau yang panjang lebar itu menunjukan adanya gayung bersambut. Barangkali Pak Harto mempunyai pemikiran begini, pertanyaan begini bagus kok cuma satu. Kemari – kemarin, kok tidak pernah ada laporan seperti ini.
Itulah yang sya maksudkan bahwa kita harus memikirkan hal-hal yang merupakan masalah-masalah dasar atau jati diri. Dalam hal ini saya sepakat dengan KH. Yusuf Muhammad dan KH. Ilyas Rukhiyat. Karena, perbedaan pendapat antara NU dan pemerintah. Berbeda pendapat itu wajar-wajar saja dan kita tidak perlu takut.
Selain itu, bahwa di hadapan kita terbentang tantangan-tantangan luar biasa. Mari kita perhatikan kasus industrial Madura. Ternyata yang diributkan dalam kasus ini cuma apakah nanti ada night club atau tidak. Padahal itu hanya soal Fururiyahnya saja. Seharusnya kita yang kita rumuskan bukan itu, karena industrial Madura itu harus berlandaskan pada tiga hal.
Pertama, industrialisasai yang dimaksud jangan merusak keseimbangan alam pulau Madura. Karena itu industraillisasi yang sedikit mungkin merusak lingkungan alam. Mungkin dalam hal ini industri elektronika yang paling baik untuk Madura, karena orang ke Madura bukan karena sawah dan tanahya. Ada tanda-tanda gas alam yang terbesar didunia. Itulah sebabnya kalau tidak hati-hati pengeboranya, Madura bisa rusak semua. Lalu bagaimana arahannya? Apa mungkin kita bikin seperti di Bolongan, Indramayu bagaimana pengeborannya dilakukan didalam laut baru kemudian kemudian dikirm ke darat ? dalam hal ini saya tidak tahu, karena saya bukan orang perminyakan.
Kedua, industrilisasi itu harus bermanfaat langsung kepada orang Madura. Artinya, jangan seperti Cilegon, sebab di Cilegon, semua suku bangsa disana ada. Tapi, orang Cilegon sendiri dimana? Banyak diantara mereka yang menjadi kuli pasir di Jakarta. Naudzubilla min zalik. Demikan pula nanti , bias-bisa semua orang dating ke Madura untuk menjadi tenaga staf dan teknis. Sementara, anak-anak Madura sendiri menjadi tukang pasir di Surabaya. Lalu siapa yang mau industrilasasi sperti begitu. Lantas, bagiamana caranya haruslah kita pikirkan bersama. Satu contoh, tiap pembebasan sekian ribu hektar tanah harusdisediakan lembaga pendidikan yang berkualitas tinggi dibidang teknologi, manajemen,sekretaris, keterampilan dan computer, khusus untuk anak orang – orang yang tanahnya dipindahkan dari situ. Dengan begitu, mereka terdidik dengan baik untuk bias menjadi staf di situ. Itulah industry yang bermanfaat langsung bagi orang Madura.
Ketiga, industrilisasi yang tidak merusak infra strukur sosal Madura sendi. Menurut pandangan orang Madura, paing mansi begi klebur artinya hitungan pasar hari dalam seminggu sudah masuk kekuasaan lurah atau dalam struktur sosual Madura, pahit manisnya sudah diserahkan oleh lurah. Karena itu lurah yang dipilih rakyat harus lurah yang bertanggungjawab kepada rakyat dan kesatuan keutuhan siklus dalam pemerintahan. Namun ada lagi budaya politik yang lain, yaitu buppak, bebu guru ratoh. Artinya bapak ibu guru , baru pemerintahah. Karena itu budaya ini harus dipahami oleh klebun  ( lurah tadi, kalau dia tidak mengerti bahwa kiai itu diatas ratu akan menimbulkan masalah. Struktur social seperti inilah harus dipertahakna dan jangan mudah diubah.
Sedangkan masalah night club adalah urusan sosialnya. Karena ulama itu kokoh kedudukannya dibawah ayah dan ibu kandung maka ulama harus diutamakan. Kalau pemrintah mengatakan tidak apa – apa night club, sementara ulama mengatkan jangan, maka pendapat ulama yang harus diberlakukan. Seringkali alas an mengadakan night club agar banyak turis yang dating ke Madura. Padahal banyak turis dating ke tempat yang bersih, bukan tempat yang murahan. Karena itu sya tidak mengert, kenpa bias maksiat untuk kepentingan turis.
Inti masalahnya adalah harus berpikir hal-hal mendasar yang menentukan jati diri kita dan menentukan masadepan kita sendiri. Kalau demkian, kita tidak terombang-ambing oleh pihak luar dan hal-hal sampingan yang sebenarnya tidak penting bagi kita.
Kalau kita boleh mengkritik KUD, maka sering diartikan bahwa KUD sebagai kepanjangan dari (K)etua (U)ntung (D)uluan. Memang hal ini secara umum terjadi dimana-mana. Yang paling pusing tentu Departemen Koperasi dan Bank Pemerintah yang membiayai. Kita sebagai orang pesantren tidak mau belajar koperasi dengan pendekatan top-down yang dibikin dari atas. Padahl mestinya pendekatan koperasi adalah bottom-up, yaitu pendekatan dari bawah ke atas. Seperti halnya NU sendiri bottom up, yakni ranting memilih MWC-MWC bersama-sama Ranting memilih cabang, Cabang memilih wilayah, Cabang dan wilayah memilih Pengurus Besar . kalu NU-nya buttom  up, kalau induk koperasinya harus kita perhatikan ikhlas semua berjalan dengan  baik.
Dengan demikian orientasi dan arah kitasemua jelas karena kita memahami masalh dasar. Jangan sampai asal ada proyek yang ada duitnya lansung diterima padahal kadang-kadang kita tidak tahu. Misalnya, setiap ada proyek dari BKKBN, kita langsung sami’na waathona’na, kecuali yang melanggar syara, seperti pengguguran kandungan, kontrasepsi mantap. Padahal kita perlu bertanya,apakah  kita telah mengembangkan konsep keluarga yang baru secara budaya, yang dipaksa ikut KB, mengapa rusak? Karena dalam konsep lama, isi keluarga bapak, ibu, kadang-kadang ada paman, bibi dan bahkan kadang-kadang bahkan kakek dan nenek ada disit. Jumlah anaknya banyak yang bertugas untuk saling melayani ini dan itu. Memang kondisi ini merupakan hambatan atau bukan terserah yang berpendapat. Tetapi yang jelas itu adalah keutuhan. Sekarang anaknya Cuma ada dua kakek dan nenek tinggal disitu, paman dan bibi tinggal  dirumah sendiri, maka rasa berkeluarganya akan lain dengan dulu.
Semetara gereja Katolik, karena mereka menentang pembatasan kelahiran (Tahdiduan nasli) maka terpaksa membuat konsep keluarga yang baik, dirembuk, serius sungguh-sunnguh, sehingga akhirnya dalam pembicaraan-pembicaraandalam level dunia ketika bicara masalah keluarga dan masyarakat, tradisi kunci dipegang Katolik. Sedang kita, meski yang tidak setuju KB banyak, tapi hanya dalam masailnya saja. Sehingga konsep yang dikembangkan menjadi berhenti dalam fiqihnya bukan dalam filsafat keluarga.
Pada tahun 1992 saya ditanya, apakah NU bersedia atau bias mencalonkan Pak Harto menjadi Presiden lagi. Pertanyaan ini dari orang – orang yang ingin mencalonkan pak Harto bukan dari pak Harto. Saya jawab bahwa Nu tidak bias mencalonkan, karena NU bukan orsospol. Komentar ini dianggap memusuhi Pak Harto, akibatnya tidak karu-karuan semua menjadi babak belur.
Belajar dari situ, ketika saya ditanya pada tahun 1996 : bagaimana sikap NU terhadap kemungkinan Pak Hrto dicalonkan Presiden, saya jawab kalau beliau dicalonkan Presiden, saya jawab kalau beliau dicalonkan dari Fraksi DPR/MPR, Nu akan menayalahi khittoh, tapi bahasanya lebih baik dan lebih fleksibel, yang bersangkutan juga senang karena NU tidak menghalangi. Bukan PakHArto, tapi mereka bertanya itu yang membuat masalah. Padahal Nu berupaya tetap berada dalam kontitusi dan lingkup AD/ARTnya sendiri.
Adapun hal-hal tafasil yang dibawa oleh para menteri dan pembicara,kita jadiakn sebagai ramuan. Yang terpenting, mari kita membuat konsep dasar, atau kalau tidak bias kita selesaikam sekarang membuat tausiatnya agar disusun konsep – konsep yang besar oleh PP RMI melalui rangkaian kegiatan nya. Sedangkan Suriyah membuat tausiat untuk memulai sebuah proses pemekaran wawasan keulamaan. Saya bicara begini ini, karena masih banyak diantara kita yang belum berwawasan luas. Karena itu mari kita perluas bersama – sama . ini merupakan proses dan tangtanganya adalah bagaimana memeprluas wawasan kita tanpa kehilangan kedalam kita.
Sebetulnya kita telah mengalami perubahan yang mendasar sekali. Kalau saya ditanya tentang Islam di Indonesia yang maju begtu pesat, Saya Jawab terjadi beberapa hal yang tidak diduga, karena hal itu merupakan jawaban atas tantangan moderinsasioleh kalangan pesantren, yang melahirkan Nu it. Apa contohnya? Ketika seluruh dunia isla, belum menerima pendidikan untuk putri, tahun 1923 Pondok pesantren Denanyar, Jombang sudah menerima dan ini cepat berkembang dimana-mana. Kalau KH bisri Sansuri telah berbuat, kenapa kita tidak. Padalah kiai Bisri itu kiai yang paling wira’I . lalu pada tahun 1950, saat itu menteri Agamanya orang NU KH Wahid Hasyim, membuat keputusan menerima murid wanita masuk sekolah Guru Hakim Agama (SGHA), yang akhirnya berkembang menjadi fakultas syariah sekarang ini. Ini keputusan yang fundamental, sebab lulusan sekolah dan fakultas ini mempunyai kualifikasi menjadi hakim. Agama kini di Indonesia terdapat ribuan hakim wanita dan ribuan yang memiliki persyaratan untuk itu. Al-ahkamus –Sultthoniah dan kitab-kitab lain, syarat menjadi qadliu harus laki-laki. Indonesia ternyata berani membuat fiqih sendiri, tanpa merusak kselurhan fiqih. Zaman dulu memang wanita tidka mungkin jadi hakim agama, tetapi zaman sekarang sudah mungkin, karena system ilmu sudah beberbeda.
Ketika Maulana Ja’far Jatho, pemimpin partai islam di Pakistan, dating ke PBNU berkata “ Tolong Pakistan didoakan”. Kenapa? Kata Rosullah, kaum yang dimpimpin wanita itu akan dirusak, sedangkan kami dipimping Benazzir Bhuto. Saya menjawab, Ya Maulana berpendangan lain. Karena hadist itu harus dilihat dari konteks sejarah, tidak boleh lepas dari itu. Itu zaman abad tujuh masehi dimana Nabi itu membuat masyarakat Islam di Madinah, maka Jazirah Arab adalah masyarakat suku. Yang paling berperan dalam masyarakat suku adalah pimpinanya yang bersifat perorangan bukan pimpinan kelembagaan. Orang itu menajdi pemimpin segala macam urusan. Ia mempimpin perang, mengawasi penagiran, manarik pajak dan lain – lain. Semuanya dia tangani sendiri. Demikian sendirinya itu kan sudah dilembagakan, ketika nenazir bhutho mengambil keputusan tentang sesuatu, itu diputuskan oleh siding cabinet. Karena mayoritas menteri adalah pria dan melaksanakan fungsi termasuk melaksnakan UU yang dihasilakn oleh DPR dimana mayoritas anggotanya adalah Pria dan diawasi jangan sampai menyimpang dari UU. Pengawasanya adalah para anngota Mahkamah Agung yang semuanya pria.” Lalu kenapa anda takut?’ Tanya saya kepada dia.
Dengan contoh ini saya ingin Nu melakukan perubahan-perubahan besar, karena kemampuannya mendalami masalah secara betul-betul. Misalnya hujjah tentang KB mendalam sekalipun walaupun belum dikonsepkan menjadi konsep keluarga yang matang dan konsep social yang betul-betul mumpuni. Jadi pendalaman tetap diperlukan. Tetapi disamping itu kita harus meluaskan wawasan yang kita miliki. M
Mudah-mudahab musyawarah ini bias menjadi tausiah kepada PP RMI untuk membuat pemekaran kemampuan untuk member jawaban kepada masalah dasar yang kita hadapu atau yang dihadapi oleh pondok pesantren. 

( Disarikan dari pidato Sambutan K.H.Abdurraman Wahid, Pada Mukernas Rabithah Ma'ahid Islamiyah ke V, di Ponpes Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, Jawa Timur, 2-5 November 1996, Oleh KH. Shonhaji Sholeh)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muqaddimah Pidato/Ceramah di Kalangan Nahdlatul Ulama

Membaca Wirid Dan Doa Setelah Shalat

BENARKAH KEPUTUSAN MUKTAMAR NU I DAN KITAB I’ANAT ATH-THALIBIN MELARANG TAHLILAN?