Kitab Kuning Bukan Berasal Dari Dunia Pondok Pesantren
Pengajaran pendidikan di
pesantren umumnya di tangani oleh para kiyai / ulama yang bertumpu pada bahan
pelajaran yang termuat dalam kitab–kitab yang sudah baku dalam dunia ilmu
islam dengan tradisi dan disiplin yang sudah berkesinambung selama
berabad-abad. Dan telah berhasil membentuk masyarakat yang bermoral dan berdab
dengan tingkat kecerdasan yang berbeda – beda mulai dari thalib/muataalim (
santri) sampai pada alim/mualim
(kiyai ), allamah/dan mujtahid.
Peran kitab-kitab tersebut
sebagai salah satu unsur utama dari pengajaran/pendidikan islam demikian pentingnya
dalam proses terbentuknya kecerdasan intelektualis dan moralitas kesalehan pada
diri santri.
Maka tidak heran jika ilmu penegtahuan sekarang
mempertanyakan ontologism ( mahiya) kitab –kitab tersebut untuk memahami atau
turut menikmati aksiologis keberadaan suatu kekakyaan cultural yang besar yang
dimiliki dunia islam yaitu kitab kuning.
Hal itu dikemukakan Rois
Syuriah, Pimpinan Pondok
Pesantren Pati pada Munadzarah
di pondok pesantren Darussalam, Watucongol,
Muntilan , Magelang, Jumat lalu.
Lebih lanjut dikatakan,
untuk membahas ontologism atas kitab-kitab tersebut mengharuskan untuk
menelusuri beberapa hal pokok sperti batasan makna kitab kuning itu sendiri.
Wujud nyata dari kitab kuning itu sendiri yang menyebabkan kehadiran kehadiran
kitab dalam dunia ilmu pengetahuan, yang perlu diamati dalam proses
kehadirannya serta apa yang harus dilakukan untuk memanfaatkan sekarang.
Rois mengungkapkan,
mungkin kitab kuning tidak berasal dari dunia pesantren, tetapi akhirnya juga
masuk pesantren. Kitab kuning di kawasan Timur Tengah disebut kutub Qadimah
yaitu semua produk ilmiah/adabiyah yang mendahului periode baru. Yaitu produk
para pengarang dari periode yang dialami Islam abad 19.
Sedang wujud nyata dari
kitab kuning tertuang dalam suatu kepustakaan yang sangat besar dan meliputi
semua perkembangan ilmiah/adabiyah selama 13 abad sejak kehadiran islam melalui
proses alamiah yang panjang.
Di Indonesia hanya
sedikit mengenal kepustakaan
di bidang ilmu matiq dan ilmu
falak serta umul adab padahal kepustakaan yang berkembang dunia barat ke
abad. Di dunia barat sebaliknya, karena mereka cukup menyadari bahwa jenis
kepustakaan ini penting artinya dalam dunia pengetahuan.
Yang perlu diamati dalam
proses kehadirannya dalam mencari jawban adalah apa yang harus dilakukan untuk
memanfaatkan kehadiran kitab kuning itu. Karena ontology dalam pembalasan
filsafat harus berujung pada aksiologi atau dengan kata lain mencoba melihat
hubungan antara mahiyya dengan gahiyyah dari Sesutu.
Kekayaan cultural yang
besar berupa kitab kuning dapat memiliki oleh dunia Islam tidak lain
penyebabnya adalah al-Quran itu sendiri. Rosul diberi tugas menyampaikan
interpretasi akan wahyu alla.
Kitab pertama yang
dikenal dunia islam ialah al–Quran itu sendiri. Ia merupakan sumber segala
pengetahuan dan ilmu. Disini berkembang penulisan interpretasi / sunnah rosul
yang kemudian berbentuk kitab-kitab hadist
Dari kedua sumber inilah berkembang penulisan
macam-macam ilmu yang akhirnya membentuk disiplin sendiri-sendiri ilmu fiqih,
ushuludin/ilmu kalam/ tafsir/ hadist, tarikh dan ilmu–ilmu keislaman kemudian
membuka diri terhadap warisan cultural umat manusia yang sejak dulu kala.
Dengan sikap
keterbukaan, khazanah dunia pustaka dunia islam bertambah kaya dan makin besar.
Dengan demikian perkembangan kepustakaan ilmu-ilmu yang diadaptasi dari warisan
cultural umat manusia. Namun demikian, tiba juga giliran ilmu-imu keislaman
harus merasa cukup dengan posisi bertahan.
Factor yang ada diluar
bidang ilmu penegtahuan cukup tinggi frekuensinya mewarnai peta kepustakaan
dunia islam. Tetepi juga sampai pada garis ini kekakyaan cultural dunia islam
(kk) tetap tidak tergoyahkan arti pentingnya bagi umatnya maupun bagi dunia
dunia luar dan peradaban manusia pada umumnya.
Dalam tubuh kitab kuning
banyak terpendam potensi yang dapat dikembangkan masa kini. Dalam hal ini, Rois Suriah mempertanyakan manfaat kekayaan cultural kitab kuning penerus dapat
mengalami hari esok yang lebih baik.
Pengenalan ontology saja
tidak cukup hanya menegnal materinya dan jenis – jenis saja.
Pengenalannya hendaknya
meliputi juga pola-pola penulisannya bahasa tulis yang digunakan, biografi
penulisanya dan situasi ruang dan waktu yang berkaitan dengan suatu tulisan dan
hal yang seperti itu.
Pengenalan yang demikian
dapat membantu menepatkan suatu tulisan pada tempatnya yang wajar sekaligus
pada dapat menemukan kunci pemahaman dan pemanfaatannya.
Post: Berita Nasional, Kamis, 22 Desember 1988, Muktamar Wathoni ke III Rabithoh Ma'ahid Islamiyah, di PP Darussalam, Watucongol, Magelang
Repost: Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama
Komentar
Posting Komentar