Gus Dur: Ada Kecendrungan Jalan Pintas dalam Memahami Ilmu Agama
KH. Abdurrahman Wahid, Ketu PBNU |
Berbicara pada ‘Munadzarah Pengembangan Ulumuddin
melalui telaah Kitab Kuning secara Kontekstual’ di PP. Darussalam, Watucongol,
Muntilan (Kamis, 15/Des/1988), KH. Abdurrahman Wahid menyatakan
keprihatinannya bahwa kemampuan dan keinginan menguasai Kitab Kuning (KK) telah
menurun drastis. Termasuk kesungguhan para santri dan guru untuk menggelutinya.
Menurut Abdurrahman Wahid, kondisi yang memprihatinkan
itu ditambah dengan meluasnya peredaran buku bandingan di kalangan mereka yang
seharusnya mempelajari Kitab Kuning. Buku-buku semisal karangan Al-Maududi, Sayyid
Qutub, Al-Qardhawi, Dsb, memang menarik dan masalah yang dibahasnya bersifat
kontemporer. Begitu pula munculnya mater non keagamaan yang menembus dinding ‘dunia
luar’. Itu semua, menurut Gus Dur, mengakibatkan daya tarik kitab Kuning terasa
berkurang. Karena itu diperlukan pemecahan yang bersifat konsiliatif.
Dekemukakan oleh Gus Dur, cara pemecahan dengan
menutup mata terhadap tantangan yang ada akan semakin mempersempit lingkaran
peminat kitab kuning. Sementara sikap menggampangkan masalah dengan cara ‘lari’
kepada modernisasi kitab kuning hanya akan berujung pada pendangkalan
pengetahuan agama kaum muslimin.
Reaktualisasi kandungan kitab kuning dapat
dilakukan melalui dua jalur. Pertama, melalui pengembangan wawasan
kesejaraharan atas kandungan kitab kuning itu. Kedua, dengan jalur
kontemporerisasi kandungannya.
Jalur pertama dilakukan dengan menghidupkan
kembali perhatian kepada latar belakang budaya dan peradaban yang mendukung
perkembangan kitab kuning di masa lampau. Salah satu sisinya adalah menemukan
kembali semangat perdebatan di bidang teori pengetahuan. Misalnya tentang
hakekat Ilmu, cakupan dan jangkauannya, keguanaan dan bahanya, serta pertalian
ilmu dan keyakinan agama. Mandegnya perdebatan semacam itu semenjak beberapa
kurun yang lalu, terasa bahwa kitab kuning tidak mampu menangani perkembangan
ilmu pengetahuan dewasa ini. Bahkan dalam hal yang menyangkut wewenang agama
sekalipun. ‘Kasus lemak babi, bayi tabung, dan lain-lain jelas harus dijawab
oleh Islam.’ Kata Ketua PBNU itu. Tetapi, peralatan untuk memberi jawaban yang
memadai belum dikembangkan.
Dalam kaitan itu, menurut Gus Dur, dipandang perlu
untuk perdebatan kembali filsafat pengetahuan dalam pemikiran keagamaan Islam. Memang
filsafaat telah begitu rupa dikembangkan oleh para filosof, sehingga seringkali
sangat buruk pada keyakinan agama. Tapi sebenarnya hanya satu sisi saja dari
filsafat yang merusak, yaitu logika dan penggunaannya sebagai postulat ilmiah.
Namun masih banyak sisi lain dari filsafat yang dapat dimanfaatkan oleh kajian
keislaman, seperti filsafat akhlah (etika), filsafat seni, filsafat manusia,
dan lain-lain.
Komtemporerisasi
Jalur kedua adalah kontemporerisasi kandungan
kitab kuning. Hal itu dilakukan untuk menggarap hal-hal lama dalam konteks
baru. Banyak hukum dasar dalam Islam tercantum dalam Kitab Kuning, misalnya
jaminan keselamatan fisik, keselamatan keyakinan, jaminan kesucian keluarga,
jaminan keselamatan harta/profesi, jaminan perlindungan konsumen dan sebagainya.
Tapi karena tidak diletakkan dalam bingkai baru, maka konsep-konsep tersebut
tidak dapat berbicara dengan manusia masa kini. Kitab I’anatut Thalibin
yang tepat meletakkan dasar-dasar. Dengan jalan kontemporerisasi itu diharapkan
kitab kuning menjadi segar kembali dalam kehidupan kekinian dan akan lebih baik
potensi fungsionalnya daripada keadaannya saat ini.
Muktamar RMI
Munadzarah (sarasehan-Red) Kitab Kuning itu akan
berlangsung hingga Sabtu (17/12), sebagai pendahuluan Muktamar III Rabithah Ma’ahid
Islamiyah (RMI). Pada hari pertama munadzarah menampilkan sejumlah ulama,
antara lain KH. Ali Yafie (Syuriah PBNU), KH. Sahal Mahfudz (PP. Maslakul Huda
Pati), dan KH. Tolkhah Hasan (Universitas Islam Malang). Munadzarah
diselenggarakan atas kerjasama dengan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M-Jakarta). (Imam Az/Job/Yud)-e
Dokumentasi Muktamar RMI III, di Ponpes Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, 15-17 Desember 1988.
Post Terkait:
Masih Ada Beberapa Pondok Pesantren yang Terasing dari Dinamika Hidup
Kontekstualisasi Kitab Kuning di Pesantren
Dokumentasi Muktamar RMI III, di Ponpes Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, 15-17 Desember 1988.
Post Terkait:
Masih Ada Beberapa Pondok Pesantren yang Terasing dari Dinamika Hidup
Kontekstualisasi Kitab Kuning di Pesantren
Komentar
Posting Komentar