Ini Pesantren Pertama yang Punya Ekskul Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Santri Diskusi |
RMI NU, Media Pesantren
Pekanbaru, Karena sering dianggap tabu, pendidikan kesehatan reproduksi sangat sulit untuk dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, apalagi yang berbasis agama. Namun ada Pondok Pesantren di Riau berani menjadi contoh dengan memperbolehkan adanya ekstrakurikuler pendidikan kesehatan reproduksi di sekolahnya.
Pekanbaru, Karena sering dianggap tabu, pendidikan kesehatan reproduksi sangat sulit untuk dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, apalagi yang berbasis agama. Namun ada Pondok Pesantren di Riau berani menjadi contoh dengan memperbolehkan adanya ekstrakurikuler pendidikan kesehatan reproduksi di sekolahnya.
Pondok Pesantren Babussalam, Pekanbaru, adalah pondok pesantren pertama di Indonesia yang bersedia menjadi contoh sebagai pondok pesantren yang memiliki ektrakurikuler pendidikan kesehatan reproduksi. Ekstrakurikuler tersebut diberikan melalui Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R).
"Pondok Pesantren Babussalam adalah pondok pesantren pertama yang mau menerima pendidikan kesehatan reproduksi melalui PIK-R. Semoga ini menjadi contoh untuk pondok pesantren yang lain," tutur DR Sudibyo Alimoeso, MA, Plt Kepala BKKBN Pusat (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) saat peresmian Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) di Pondok Pesantren Babussalam, Pekanbaru, dan ditulis Sabtu (16/2/2013).
PIK-R merupakan salah satu program binaan dari BKKBN melalui PKBR (Persiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja) dan program GenRe (Generasi Berencana).
Program ini juga bermitra dengan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia). Salah tujuannya adalah menurunkan angka perkawinan dini di Indonesia yang jumlahnya meningkat dua kali lipat.
Selain itu juga untuk memberikan informasi mengenai pendidikan kesehatan reproduksi melalui cara yang benar, dan dikemas dengan santun sesuai kaidah keagamaan, mencegah penularan HIV-AIDS di kalangan remaja, mencegah hubungan intim pranikah, narkoba, serta menghindari kenakalan remaja lainnya.
Yang menariknya lagi, pendidik dan konselor di PIK-R juga merupakan remaja yang telah dilatih dan usianya sebaya dengan anggota lainnya. Hal ini tentu akan membuat penyampaian informasi dan konseling antar anggota lebih terbuka dan mudah diterima di kalangan peergroupnya.
"Bagi kami ini adalah ilmu yang baru. Tapi tentu tidak boleh menyimpang dari kaidah agama," tutur Syeh Ismail Royan, Ketua Yayasan Pondok Pesantren Babussalam.
Sudibyo menjelaskan bahwa masa remaja adalah masa yang sangat rawan. Remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, namun bila tidak mendapatkan tempat untuk memperoleh informasi yang benar, salah-salah remaja malah terjerumus pada tindakan menyesatkan, seperti pornografi, hubungan intim pranikah, narkoba atau HIV-AIDS.
Disinilah diperlukan peran orang tua atau sekolah sebagai pemberi informasi yang pertama dan utama seputar pendidikan kesehatan reproduksi. Salah satu wadahnya adalah melalui PIK-R.
Ada sekitar 28 anak SMA kelas 1 dan 2 yang menjadi anggota PIK-R di Ponpes Babussalam, dengan 4 orang pendidik sebaya dan konselor sebaya.
Karena diterapkan di sebuah pondok pesantren, tentu pendidikan yang diberikan harus berdasarkan aturan-aturan yang berlaku sesuai kaidah agama. Salah satunya ada materi yang diberikan pada kelas yang terpisah antara laki-laki dan perempuan, misalnya materi pengenalan organ reproduksi.
Pemisahan kelas ini juga dimaksudkan agar para siswa bisa lebih terbuka dengan konselor dan pembimbingnya masing-masing, karena berjenis kelamin sama.
Post: Detik Healt, 16 Februari 2012
Repost: Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama
Komentar
Posting Komentar