Ekonomi Santri Harus Kuat

Memiliki pengetahuan dan kedalaman ilmu agama saja tidak cukup. Para santri juga harus mempersiapkan menjadi muslim yang kaya agar keberadaannya diperhitungkan. Demikian yang disampaikan KH Miftah Faqih saat memberikan sambutan atas nama Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) pada kegiatan Senam Santripreneur (24/2). Kegiatan senam ini sebagai penutup acara roadshow Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) selama di Jombang.

“Kita tidak bisa hanya hidup dengan kecukupan spiritualitas,” katanya. Yang juga tidak kalah penting adalah kecukupan dalam hal materi. Para santri bisa mendapatkan pengetahuan ilmu agama serta melakukan kajian mendalam selama berada di pondok. “Sejumlah nilai spiritual seperti etika, moral serta berbagai disiplin ilmu pengetahuan dapat diperoleh di pesantren,” katanya dihadapan sepuluh ribu santri yang memadati alon-alon kota Jombang. Namun yang juga tidak kalah penting adalah memperkuat lahiriyah para santri.

“Hanya orang-orang kuat secara lahiriyah dan bathiniyah yang layak diperhitungkan,” katanya. Kekuatan lahir dan bathin itu dapat berupa kedalaman ilmu dan kuatnya etika, serta kuat dalam financial,” lanjutnya.

Pada kesempatan tersebut Kiai Miftah Faqih mengutip perkataan Lukman ibnu Hakim kepada anak-anaknya untuk memperkaya diri dengan kerja yang halal. “Karena saat miskin, maka kalian akan lemah secara agama, lemah pula nalarnya, juga tidak memiliki muru’ah atau martabat,” katanya. “Mereka yang tidak kaya, cenderung diremehkan orang lain,” terangnya.

Karena itu, di era mutaakhir ini para kiai demikian juga para santri haruslah orang-orang yang kaya. Karena dalam sejarahnya, para Walisongo adalah orang-orang yang memiliki kelebihan tidak semata dari factor ilmu keagamaan, namun juga kemapanan ekonomi. “Sangat tidak dibenarkan para kiai atau santri termasuk dari kalangan miskin,” pesannya.
Pada kesempatan tersebut Kiai Miftah berpesan kepada santri dan juga alumni pesantren untuk menjadi ujung tombang bagi perbaikan taraf hidup masyarakat di sekitarnya. Dan ini adalah tugas pesantren untuk terus membina silaturahim dengan para alumni. “Dengan intensitas komunikasi tersebut maka keberadaan para alumni dapat terpantau,” katanya. Mereka juga bisa memberikan informasi kepada para alumni yang belum mapan secara ekonomi. “Inilah tugas pesantren yang tidak ringan,” katanya. (saif)


Post: NU Jombang, 26 Februari 2013
Repost: Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muqaddimah Pidato/Ceramah di Kalangan Nahdlatul Ulama

Membaca Wirid Dan Doa Setelah Shalat

BENARKAH KEPUTUSAN MUKTAMAR NU I DAN KITAB I’ANAT ATH-THALIBIN MELARANG TAHLILAN?