Di Maroko, Wudlu dengan Segelas Air pun Bisa Cukup
image: notfamz |
Di bumi Maroko yang berjuluk "Negeri Senja" atau sering disebut Maghribi ini, para mahasiswa juga bisa mempelajari lebih dalam madzhab Maliki. Madzhab Maliki menjadi panutan mereka, baik dalam berfiqih maupun ber-ushul.
BAHKAN Amirul Mukminin (julukan untuk raja Maroko) memfatwakan untuk mengikuti satu madzhab, yaitu Madzhab Maliki. Sehingga madzhab maliki ini menjadi madzhab resmi kerajaan Maroko. Maka tak heran, jika kajian-kajian keislaman tentang madzhab Maliki sangat lengkap di negeri ini.
Lain lubuk lain ikan, lain ladang lain belalang, maka lain madzhab, lain teori/pandangan.Tak usah heran, ketika anda berada di Maroko melihat parktek-praktek peribadatannya sangat jauh berbeda dengan apa yang sering kita lihat di Indonesia, yang mayoritas masyarakatnya menganut madzhab Syafi'i.
Fenomena inilah yang kadang menjadi dilema bagi saya ketika mencoba mencicipinya. Berpindah madzhab memang secara Fiqih tidak ada salahnya. Tapi bagi saya berpindah madzhab itu tak ubahnya seperti bergantinya menu makan dari nasi ke roti yang kadang-kadang membuat perut saya ini belum sanggup menerimanya.
Maklum saja, ketika saya di pesantren salaf belum pernah mencicipi karya-karya Imam Malik atau pun pengikutnya. Lagi-lagi pasti beraroma syafi'i, seperti fiqih wadih, fathul qarib, fathul mu'in, al-Um, ar-Risalah, al-Mustasfa,dan sebagainya yang biasa menjadi santapan para santri di pesantren-pesantren salaf di Indonesia.
Fenomena semacam ini, bagi saya tentu menjadi sesuatu yang unik, dan menarik dikaji. Misalkan saja, ketika saya melihat bagaimana orang Maroko bisa berwudlu hanya menggunakan air satu gelas. Apalagi kalau bertayamum, mereka hanya menggunakan sebuah batu sebesar biji salak, dengan cukup menggosokkkannya ke muka dan pergelangan tangan.
Yang lebih mantap lagi, yaitu seorang khotib Jum'at yang minum saat berkhutbah, dan masih banyak lagi tentunya, fenomena-fenomena yang lain tentang penerapan fiqih Maliki yang mungkin dianggap "aneh" oleh sebagian kita yang biasa mempraktekkan fiqih Syafi'i. Bahkan barangkali kita bisa "dikafirkan" atau dianggap "sesat" oleh sebagian masyarakat kita, ketika kita mengamalkan peribadatan ala Maliki seperti ini.
Namun disisi lain fenomena semacam ini tentu akan memperkaya wawasan kita, mengingat kondisi Indonesia yang sebagian besar umat Islam hanya familiar dengan madzhab Imam Syafi'i, dan bisa kita jadikan perbandingan dengan madzhab yang selama ini dikenal dan dianut oleh umat Islam di Indonesia.
Tentu penasaran kan? Nah, Sekedar Informasi, bahwa pemerintah Kerajaan Maroko telah memberikan 15 kuota beasiswa jenjang S-1 setiap tahunnya yang ditangani langsung oleh Kemenag RI, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (http://www.ditpertais.net/) dan 15 kuota lagi untuk jenjang S-1, S-2 dan S-3 yang ditangani oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) (http://www.nu.or.id/). Dan bagi warga negara Indonesia yang mau berkunjung ke Maroko, tak perlu pusing dengan Visa, karena Maroko membebaskan Visa bagi WNI selama 3 bulan. Selamat berkunjung ke Maroko. (*)
BAHKAN Amirul Mukminin (julukan untuk raja Maroko) memfatwakan untuk mengikuti satu madzhab, yaitu Madzhab Maliki. Sehingga madzhab maliki ini menjadi madzhab resmi kerajaan Maroko. Maka tak heran, jika kajian-kajian keislaman tentang madzhab Maliki sangat lengkap di negeri ini.
Lain lubuk lain ikan, lain ladang lain belalang, maka lain madzhab, lain teori/pandangan.Tak usah heran, ketika anda berada di Maroko melihat parktek-praktek peribadatannya sangat jauh berbeda dengan apa yang sering kita lihat di Indonesia, yang mayoritas masyarakatnya menganut madzhab Syafi'i.
Fenomena inilah yang kadang menjadi dilema bagi saya ketika mencoba mencicipinya. Berpindah madzhab memang secara Fiqih tidak ada salahnya. Tapi bagi saya berpindah madzhab itu tak ubahnya seperti bergantinya menu makan dari nasi ke roti yang kadang-kadang membuat perut saya ini belum sanggup menerimanya.
Maklum saja, ketika saya di pesantren salaf belum pernah mencicipi karya-karya Imam Malik atau pun pengikutnya. Lagi-lagi pasti beraroma syafi'i, seperti fiqih wadih, fathul qarib, fathul mu'in, al-Um, ar-Risalah, al-Mustasfa,dan sebagainya yang biasa menjadi santapan para santri di pesantren-pesantren salaf di Indonesia.
Fenomena semacam ini, bagi saya tentu menjadi sesuatu yang unik, dan menarik dikaji. Misalkan saja, ketika saya melihat bagaimana orang Maroko bisa berwudlu hanya menggunakan air satu gelas. Apalagi kalau bertayamum, mereka hanya menggunakan sebuah batu sebesar biji salak, dengan cukup menggosokkkannya ke muka dan pergelangan tangan.
Yang lebih mantap lagi, yaitu seorang khotib Jum'at yang minum saat berkhutbah, dan masih banyak lagi tentunya, fenomena-fenomena yang lain tentang penerapan fiqih Maliki yang mungkin dianggap "aneh" oleh sebagian kita yang biasa mempraktekkan fiqih Syafi'i. Bahkan barangkali kita bisa "dikafirkan" atau dianggap "sesat" oleh sebagian masyarakat kita, ketika kita mengamalkan peribadatan ala Maliki seperti ini.
Namun disisi lain fenomena semacam ini tentu akan memperkaya wawasan kita, mengingat kondisi Indonesia yang sebagian besar umat Islam hanya familiar dengan madzhab Imam Syafi'i, dan bisa kita jadikan perbandingan dengan madzhab yang selama ini dikenal dan dianut oleh umat Islam di Indonesia.
Tentu penasaran kan? Nah, Sekedar Informasi, bahwa pemerintah Kerajaan Maroko telah memberikan 15 kuota beasiswa jenjang S-1 setiap tahunnya yang ditangani langsung oleh Kemenag RI, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (http://www.ditpertais.net/) dan 15 kuota lagi untuk jenjang S-1, S-2 dan S-3 yang ditangani oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) (http://www.nu.or.id/). Dan bagi warga negara Indonesia yang mau berkunjung ke Maroko, tak perlu pusing dengan Visa, karena Maroko membebaskan Visa bagi WNI selama 3 bulan. Selamat berkunjung ke Maroko. (*)
Post: Tribun News
Repost: Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (PP RMI NU)
Komentar
Posting Komentar