Atlas Walisongo: Buku Pertama yang Mengungkap Walisongo Sebagai Fakta Sejarah
Jika selama ini Wali Songo masih dianggap kisah fiktif atau mitos, buku Atlas Walisongo membantahnya. Inilah buku pertama yang mengungkap Wali Songo sebagai fakta sejarah.
Atlas Walisong
Atlas Wali Songo Buku Pertama yang mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah
Belum lama ini, tepatnya pada 23 Juni 2012 telah terbit buku Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah. “Membaca buku Atlas Wali Songo, kita mendapatkan bukti-bukti historis yang meyakinkan tentang sejarah Wali Songo yang sangat kita hormati itu, sehingga tingkat kredibilitas dan validitasnya lebih tinggi. Dengan demikian kehadiran Wali Songo tidak lagi ditempatkan dalam pinggiran sejarah sebagaimana terjadi selama ini,” kata Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, MA dalam kata pengantar buku Atlas Wali Songo.
“Dalam membaca sejarah Wali Songo, selama ini kita selalu terombang-ambing antara mitos dan fakta. Akibatnya, ketika menyampaikannya, kita merasa kurang yakin. Tetapi, dengan memperoleh pijakan historis yang kuat seperti buku ini, kita akan lebih yakin untuk menyebarkannya. Dengan bukti historis yang ada, mereka akan mudah dan mau memahami perjuangan Wali Songo sebagai perintis penyebaran Islam di Nusantara,” kata Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, MA melanjutkan pengantarnya.
Agus Sunyoto, penulis buku, seorang sejarawan Islam Nusantara yang pandai dalam membaca dan menafsirkan kitab kuning dan sejarah Jawa kuno, benar-benar bisa menunjukkan dengan sangat meyakinkan sejarah dan sosok Wali Songo. Dengan pendekatan multidisiplin: historis; arkeologi; aetiologis; etno-historis, dan kajian budaya, sejarah dan sosok Wali Songo dapat tersaji secara ilmiah, jauh dari sekadar mitos belaka.
Saya sangat beruntung menjadi bagian dari pembuatan buku ini. Pertengahan bulan desember 2011 lalu, Saya bersama dengan tim dari penerbit Pustaka IIMaN dan Trans Pustaka yang menerbitkan buku ini melakukan riset pengambilan gambar situs-situs makam Wali Songo dan makam-makam yang lain seperti makam Syaikh Quro’, Syaikh Siti Jenar, Maulana Malik Ibrahim, Fatimah Binti Maimun, dan lainnya.
Pengambilan gambar dimulai dari karawang di makan Syaikh Quro’, kemudian berlanjut menyusuri jalur pantai utara. Sungguh sebuah perjalanan yang sangat amat melelahkan selama hampir dua minggu berlangsung. Apalagi Saya sebagai fotografernya, saat itu setiap hari bisa memotret lebih dari tiga situs, berpindah dari satu kota ke kota selanjutnya, tidak menghiraukan siang atau malam. Namun, semua itu rasanya bisa terobati setelah terbitnya buku Atlas Wali Songo. Jika teman-teman nanti membuka halaman copyrights-nya, tertulis Imam FR Kusumaningati sebagai fotografernya.
Pada akhirnya, buku Atlas Wali Songo sangat penting untuk dibaca oleh siapa saja sebagai sumber referensi ilmiah tentang Wali Songo. Apalagi bagi para akademisi, mubaligh, budayawan, sejarawan, dan aktivis sosial yang akan terus mengkaji, menelaah, dan menyampaikan perihal Wali Songo kepada masyarakat luas. (Imam FR. Kusumaningati)
----------------------------------------------------------------------------
Atlas Wali Songo; Fakta Bukan Mitos
Jika anda membaca Ensiklopedi Islam yang tujuh jilid dan mencari informasi tentang Wali Songo, dijamin Anda tidak akan menemukannya. itu artinya, pada masa depan–kira-kira 20 tahun ke depan–Wali Songo akan tersingkir dari percaturan akademis karena keberadaan mereka tidak legitimate dalam Ensiklopedi Islam. Wali Songo kedepan akan tersingkir dari ranah sejarah dan tinggal mengisi ruang folklore sebagai cerita mitos dan legenda. Di dalam Ensiklopedi Islam itu tercantum kisah tiga serangkai Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piabang sebagai pembawa ajaran Islam (Wahabi) ke Sumatra Barat. Itu berarti, anak cucu Anda kelak akan memiliki pemahaman bahwa Islam baru masuk ke Nusantara pada tahun 1803 Masehi, yaitu sewaktu ketiga serangkai Haji itu menyebarkan ajaran Wahabi ke Sumatra Barat.
Nah dalam keterbatasan segala hal, alhamdulillah buku Atlas Wali Songo dengan pendekatan multidisiplin; historis; arkeologi;aetiologis;etno-historis dan kajian budaya dapat terselesaikan. dan isi buku ini sangat membumi dengan proses sinkretisasi-asimilatif dan bisa di pertangggungjawabkan secara ilmiah.
Pernahkah kawan mendengar kepercayaan Kapitayan di bumi Nusantara ini. ya saya sendiri juga baru mendengarnya setelah membaca buku Atlas Wali Songo ini. kepercayaan ini adalah kepercayaan yang terdapat di kalangan masyarakat jawa purba. dan secara keliru di sebut oleh sejarawan Belanda sebagai kepercayaan animisme dan dinamisme. dan ternyata kepercayaan tauhid dalam Kapitayan inilah yang memberikan kemudahan masyarakat jawa dan nusantara dalam menerima ajaran tauhid dari Wali Songo.
Kepercayaan Kapitayan termasuk dalam kategori Nihlah, ada bekasnya tetapi tidak lagi diketahui siapa pembawanya dan ritual keagamaannya. meskipun demikian, berbagai hikmah yang ada di dalamnya patut kita ambil dan perlu kita selamatkan, sehingga keberagamaan kita berakar kuat dan memiliki pijakan historis. Menurut ahlusunnah waljamaah, agama di kategorikan secara proporsional, yakni Ad-din, millahdan nihlah. kepercayaan Kapitayan ini masuk kedalam kategori Nihlah. Demikian KH Said Aqil Siradj memberikan sedikit gambaran tentang isi buku ini dalam kata pengantarnya.
Demikian juga apa yang di katakan oleh Prof. Dr. Mundardjito, Guru Besar Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Beliau mengatakan bahwa buku Ini menyediakan latar belakang kesejarahan yang memadai dengan dasar ilmiah yang bisa di pertanggung jawabkan. uraian informasi yang dimulai dari luang lingkup luas secara geografis dan kultural mampu mengantarkan informasi yang specifik, terinci dan runut. (Aymara-Kompasiana)
Komentar
Posting Komentar