Pendidikan Pesantren mampu Akrab dengan Modernitas
Dr. Amin Haedari, Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama. [dok; rmi-nu] |
RMI-NU, Konsentrasi pendidikan pesantren yang banyak tercurah pada disiplin keislaman tak lantas membuatnya selalu tertinggal. Buktinya, selain serius mengkaji kitab-kitab klasik, pensantren sekarang mampu bersikap terbuka dengan pengetahuan umum dan teknologi modern.
“Pesantren telah menunjukkan banyak perkembangan dan mampu beradaptasi dengan perubahan dunia modern,” ungkap Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) KH Amin Haedari, Kamis (3/5).
Menurut Amin, melalui gejala ini pandangan sebagian orang tentang pesantren menjadi perlu diluruskan. Termasuk dalam hal ini, pemetaan corak pesantren kepada dua jenis, yakni pesantren modern (ashriyah) dan pesantren salaf (salafiyah).
Sesungguhnya, tambahnya, klasifikasi yang relevan adalah klasifikasi antara pesantren yang mendirikan sekolah formal dan pesantren yang tidak mendirikan sekolah formal. Sebab fakta yang terjadi adalah demikian, meskipun tanpa mengurangi etos penguasaan terhadap unsur-unsur modern.
“Pesantren salafiyah di Kediri, misalnya, tidak membuka sekolah formal, tetapi mampu terbuka terhadap pengetahuan umum. Keterbukaan terhadap IT (Information Technology) juga luar biasa,” ujarnya.
Dari kurang lebih 14.000 pesantren di Indonesia, sebagian besar lulusannya bisa bersaing dengan lembaga-lembag pendidikan lain. Kendati diakui, untuk meningkatkan itu semua dibutuhkan perjuangan yang cukup berat.
“Pesantren ini kan sudah lama sekali termarjinalkan, sementara sekolah-sekolah umum sudah lama dimanjakan. Tapi dengan kerja keras, insyaallah, kita bisa mengatasi ini semua,” tandasnya
dari websitenya nu online
dari websitenya nu online
Komentar
Posting Komentar