Pesantren Terus Kembangkan Tradisi Mandiri Dengan Berwirausaha


Pers Release Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Pesantren
Pondok Pesantren Al-Huda, Turalak, Baregbeg, Ciamis, Jawa Barat
Jum’at-Senin, 09-12 Maret 2012
Pesantren adalah salah satu segmen masyarakat Indonesia yang memiliki akar sangat kuat dalam masyarakat Indonesia pada umumnya. Bahkan, Abdurrahman Wahid menyebutnya sebagai subkultur, yakni sebuah kelompok masyarakat yang memiliki system nilai dan pandangan hidupnya sendiri sebagai bagian dari masyarakat luas.
Pada mulanya tujuan utama pondok pesantren adalah (1) menyiapkan santri mendalami dan menguasai ilmu agama Islam atau lebih dikenal dengan tafaqquh fi al-din, yang diharapkan dapat mencetak kader-kader ulama dan turut mencerdaskan masyarakat Indonesia. Kemudian diikuti dengan tugas (2) dakwah menyebarkan agama Islam dan (3) benteng pertahanan moral umat dalam bidang akhlaq. Sejalan dengan hal inilah materi yang diajarkan di pondok pesantren semuanya terdiri dari materi agama yang langsung digali dari kitab-kitab klasik yang berbahasa Arab. Akibat perkembangan zaman dan tuntutannya, tujuan pondok pesantren pun bertambah dikarenakan peranannya yang signifikan, yaitu (4) berupaya meningkatkan pengembangan masyarakat di berbagai sektor kehidupan. Sesungguhnya, tiga tujuan terakhir itu merupakan manifestasi dari hasil yang dicapai pada tujuan pertama, tafaqquh fi al-din. Tujuan ini semakin berkembang seiring dengan tuntutan yang ada. Tujuan tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, cakap, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan moderat.
Pesantren baik secara kelembagaan maupun substansi pendidikannya telah banyak mengalami perubahan. Ia telah dan sedang bergerak dari pinggiran (pheriferal) menuju pusat (central) tanpa harus kehilangan jatidirinya. Ia yang semula dimaknai sebagai tempat menuntut ilmu agama dan terdiri dari kyai, santri, asrama, masjid, dan kitab kuning sekarang berkembang di samping sebagai lembaga pendidikan juga menjadi lembaga yang mempunyai berbagai unit usaha dan bisnis sebagai penopang kemandirian. Untuk itu, pesantren menjadi pusat penyuluhan masyarakat, pusat pengembangan teknologi tepat guna bagi masyarakat pedesaan, pusat usaha penyelamatan dan pelestarian lingkungan, dan pusat pemberdayaan ekonomi.
Berangkat dari posisi yang strategis di atas maka program “Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat melalui Pesantrenmerupakan upaya memperkuat peran  pesantren dalam meningkatkan ekonomi masyarakat di sekitar pesantren yang berangkat dari pesantren itu sendiri. Pada sisi lain, program ini bisa menjadi sarana kalangan pesantren untuk mendialogkan diri dengan perkembangan yang ada dalam rangka menggali alternatif-alternatif solutif-kreatif bagi pembangunan Indonesia, melepaskan masyarakat dari belenggu ketidakberdayaan, kemiskinan.
Kemiskinan, baik secara ekonomi, pendidikan dan kesehatan, yang menimpa Indonesia menjadi tantangan yang menuntut partisipasi semua komponen bangsa untuk mengatasinya. Upaya ini penting dalam rangka mengurangi angka kematian sia-sia karena ketiadaan akses ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang signifikan. Hal ini berakibat pada tercerabutnya kebebasan masyarakat untuk menentukan pilihan-pilihan bebasnya.
Program pengentasan kemiskinan selama ini belum mampu menyelesaikan problem kemiskinan yang menjerat bangsa ini karena bersifat top down, elitis dan karitatif. Program yang sudah digulirkan  lebih cenderung memberikan bantuan yang bersifat sementara daripada menyiapkan mental dan keahlian yang dapat membangun etos kerja dan kreativitas. Konsekuensinya, masyarakat terjerumus dalam lingkaran kemiskinan absolut, yaitu miskin mental, keahlian dan karenanya miskin harta.
Karena itu, diperlukan sebuah pemikiran alternatif untuk akselarasi pengentasan kemiskinan dengan menggerakkan dan melibatkan potensi-potensi yang ada di antaranya  adalah pemberdayaan melalui pesantren sebagai salah satu elemen strategis dalam masyarakat.
Melalui Corporate Social Responbility Bank Mandiri, Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama, bulan Maret ini memulai kegiatan Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Pesantren. Kegiatan pertama dilakukan di Pesantren Al-Huda, Turalak, Baregbeg, Ciamis Jawa Barat, pada Jum’at-Senin, 09-12 Maret 2012. Di Pesantren ini, segmen pelatihan yang diambil adalah perkayuan dan pertukangan. Kedua, akan dilaksanakan di Pesantren Al-Ikhlas, Boyolali, Jawa Tengah, dengan segmen pelatihan Penggemukan Sapi, tanggal 27-30 Maret 2012. Dan ketiga, di Pesantren Kempek Cirebon, Jawa Barat, dengan segmen pelatihan Usaha Kecil Menengah di sekitar pesantren, yang akan dilaksakan bulan April nanti. 
Daerah Turalak, sejak dulu terkenal dengan hasil budidaya ikan air tawarnya. Hasil perikanan unggulannya, seperti ikan gurame, diburu penikmat ikan karena kualitasnya termasuk yang terbaik di pasaran. Sayangnya, turalak yang menjadi salah satu kawasan penghasil perikanan masih bergantung pada musim. Saat musim kemarau tiba, pasokan air dari gunung signifikan berkurang. Dengan begitu, di musim ini aktivitas budidaya ikan di kawasan ini berkurang drastis. KH. Deden Abdul Aziz, dan pengurus pesantren Al-Huda lainnya, kemudian berinisiatif untuk membuat satu jenis usaha melalui Koperasi Pesantren SMK Pesantren Al-Huda dengan bidang perkayuan dan pertukangan.
Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi yang diselenggarakan RMI-NU adalah upaya bersama untuk mendorong pengembangan pesantren dan masyarakat, melalui penguatan simpul-simpul ekonomi di daerah melalui pesantren. Pesantren Al-Huda yang memiliki basis usaha perkayuan dan pertukangan ini bisa menjadi modal awal bersama untuk mewujudkan upaya di atas. Pelatihan ini mengundang 30 peserta dengan tiga elemen di dalamnya, 10 orang dari pesantren Al-Huda, 10 orang dari pesantren-pesantren lain di kawasan Baregbeg, dan 10 orang peserta lainnya dari masyarakat. Dengan komposisi ini diharapkan muncul sebuah stake holder penguatan ekonomi masyarakat dengan pesantren sebagai lokomotifnya.
Upaya ini perlu dilakukan bersama mengingat, bahwa tantangan kehidupan saat ini semakin kompleks dan berat. Dan paling mungkin itu dihadapi secara bersama, dengan membentuk satu jejaring komunitas dengan integrasi usaha. Khususnya bagi pesantren, kalau dulu persoalan-persoalan kehidupan bisa selesai dengan bekal keilmuan dan memanfaatkan aspek ketokohan kyai, kini hal itu tidaklah cukup. Pesantren harus terus meluaskan dirinya untuk dapat menjawab tantangan yang dihadapi dewasa ini. Kolaborasi antara pesantren, masyarakat dengan kualifikasi skill tertentu, dan jaringan antar pesantren, memungkinkah hal itu hadir, dengan pola manajemisasi yang baik.
Oleh karena itu, dalam pelatihan pemberdayaan ekonomi ini peserta selain berlajar dan berlatih mengolah kayu di laboratorium bengkel kayu Kopontren, mereka juga dibekali wawasan untuk mengembangkan usaha perkayuan dan pertukangannya.
Untuk memotivasi peserta, RMI-NU menghadirkan narasumber dan instruktur lapangan yang dari lintas bidang. Dari pelaku usaha, RMI-NU menghadirkan Aunur Rofiq, dengan tema “Penguatan Etos Kewirausahaan”. Seorang entepreneur yang memilih meninggalkan karirnya di perusahaan-perusahaan besar dan gaji yang tinggi untuk memulai usaha sendiri, salah satunya di bidang herbal. Pengalamannya di Bukopin, Medco, Behaestex, akan sangat baik untuk memotivasi dan memberikan gambaran pada peserta tentang kewirausahaan. “Entepreneur itu harus bervisi besar. Mimpi itu jelmakan dengan apa yang saya maui. Kedua, buat rencana atau rencanakan. Langkah ketiga, laksanakan. Keempat, evaluasi. Semua orang kalau mau bisnis apa saja, harus melakukan empat hal ini. Anda ingin membuat usaha motor. Mulailah misalnya dengan membuat dulu usaha tambal ban, dari satu menjadi dua, tiga, sampai dua puluh. Mengembangkan usaha lagi menambahinya dengan cuci motor, bengkel motor kecil, dan seterusnya,” tuturnya.
Terkait dengan perijinan dan kelayakan usaha, RMI menghadirkan konsultan dari  Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kab. Ciamis (Desperindagkop), Ajat Sudrajat, untuk membahas “Manajemen Usaha”. Dari sini peserta dibekali untuk menganalisa aspek usaha yang mungkin akan dilakukan, dengan kemampuan untuk melihat pasar, finansial, perijinan, dan aspek sensibilitas usaha pada pendapatan dan keuntungan.
Hadir pula dari CSR Mandiri, dalam hal ini divisi PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan), Ike Oktarina dan Rachmat R. Somadinata, membahas tema “CSR Mandiri”. Rachmat R. Somadinata menjelaskan bahwa dengan aset 500 trilyun, Bank Mandiri oleh pemerintah diharuskan untuk menyisihkan keuntungannya untuk melakukan percepatan pertumbuhan usaha kecil kemasyarakatan. Oleh karena itu, CSR Mandiri, menggandeng Nahdlatul Ulama, mendorong upaya itu yang diimplementasikan melalui jaringan pesantren.
Drs. Miftah Faqih, MA, Sekjen RMI-NU, bicara mengenai “Perspektif Islam tentang Kewirausahaan”. Pertama, fungsi dasar Islam itu, mengeluarkan masyarakat dari kegelapan menuju cahaya. Minal dulumatin ila nur itu bisa dari berbagai aspek kehidupan. Melepaskan ketidakberdayaan manusia ke keberdayaan. Manusia itu menemukan dirinya kalau ia memiliki sesuatu yang bisa ia keluarkan dari dirinya. Minimal kebutuhannya. Kedua, Syahadat, Ashaduanla ilahailallah. Umat Islam itu gagal karena menjadikan kalimah fiil menjadi ism. Saya bersaksi itu kata fiil bukan ism. Syahadat kita ini harus dimasukkan dalam perilaku kita. Keislaman kita harus aktif mencari jalan terang untuk dunia dan akhirat kita. Dan ketiga, Inama buitstu li utamimma karimal akhlak. Menyempurnakan apa-apa yang sudah ada, menjadi yang lebih baik. Makanya keislaman kita terbukti kalau kita bisa menjadi produktif. Dengan keislaman kita, santri itu diajarkan untuk bisa masuk ke dalam berbagai aspek dunia. Kita harus menundukkan dunia. Keempat, Nabi Muhammad SAW itu saudagar yang kaya raya. Oleh karena itu umat Islam tidak boleh miskin karena panutannya seorang yang sukses. Dari sejarahnya modal penting yang dimiliki Rasulullah itu akhlaknya, sifat Sidiq-nya. Orang yang jujur sudah pasti amanah. Kalau orang sudah amanah, pasti dia tabliq. Dan berikutnya fatonah, cerdas dalam mengambil keputusan. Empat hal inilah yang menjadi modal penting dalam karis kesuksesan Rasulullah.
Setelah peserta mendapatkan materi-materi penguatan wawasan berikutnya praktek langsung, dengan membuat meja kantor. Desain sudah disediakan oleh Al-Huda. Peralatan di bengkel Al-Huda sebenarnya sudah bisa dikategorikan untuk industri menengah, dari mesin pemotong sampai pengebor dan pembentuk bahan. Hanya saja dalam pelatihan ini, dalam prakteknya peserta menggunakan peralatan yang paling sederhana yang biasa dipakai oleh home industri. Gergaji manual, pengecatan manual, dan sebagainya.
Tindak lanjut dari kegiatan ini. Penguatan komunikasi peserta, jaringan pesantren, masyarakat, dan santri al-Huda sendiri. Masing-masing peserta akan diberikan kesempatan untuk magang di Al-Huda untuk terus mengasah kemampuan selain melihat peluang integrasi usaha yang mungkin bisa dilakukan. Pembentukan koperasi bersama untuk pengembangan usaha dan pasar. Di sisi ini RMI-NU, selain memonitoring kemajuan stake holder, juga mengupayakan untuk coba menyediakan kebutuhan usaha yang diperlukan.
Dengan upaya ini sesuai slogan RMI diharapkan muncul, “Tradisi Mandiri Membangun Negeri,” melalui pesantren. 

Dokumentasi RMI-NU: Class Action-Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Pesantren




Dokumentasi RMI-NU: Foto Bersama -Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Pesantren

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muqaddimah Pidato/Ceramah di Kalangan Nahdlatul Ulama

Membaca Wirid Dan Doa Setelah Shalat

BENARKAH KEPUTUSAN MUKTAMAR NU I DAN KITAB I’ANAT ATH-THALIBIN MELARANG TAHLILAN?