Hak Asasi Manusia Perspektif NU


Hak asasi manusia (HAM)—sebagaimanatertuang dalam Universal Declaration of Human Rights yang diproklamasikan PBBpada 10 Desember 1948—harus ditafsirkan dengan adil dan benar. Tujuannya agartidak disalahgunakan oknum-oknum tertentu.
Terjadi pembelokan—bahkan pembalikan—arusdalam pergulatan penegakan HAM di Indonesia, dari yang semula penuh pelanggarandan sangat represif oleh aparat negara menjadi lebih berpihak kepadaperlindungan HAM yang, bahkan dalam kasus tertentu, cenderung mendesak danmengalahkan aparat negara.
Hal ini dapat dilihat paling tidak darilahirnya berbagai peraturan perundang-undangan (termasuk perubahan konstitusi)yang lebih memberi tempat pada konvensi-konvensi internasional tentang HAMdengan imperasi yang lebih kuat maupun dalam proses penanganan kasus-kasus HAMyang diproses secara hukum (Mahfud M.D., 2006).
Islam merupakan ajaran yang menempatkanmanusia pada posisi yang sangat tinggi. Bahkan Alquran menjaminnya adanya hakpemuliaan dan pengutamaan manusia, sesuai dalam firmannnya dalam Q.S. Al Isra’: 70, ”Dan sesunguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut merekadi daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kamilebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yangtelah kami ciptakan”. Manusia memiliki hak al karomah dan hak al fadhilah.Apalagi misi Rasulullah adalah rahmatan lil ‘alamin, di mana kemaslahatan ataukesejahteraan merupakan tawaran untuk seluruh manusia dan alam semesta.
Islam ditempatkan dalam kerangkauniversalisme peradaban. Universalisme itu tecermin dalam ajaran-ajarannya yangmemiliki kepedulian tinggi terhadap unsur-unsur utama nilai kemanusiaan dengandiimbangi oleh kearifan yang muncul dari keterbukaan peradaban Islam itusendiri. Relevansi dan implementasi ajaran agama harus diukur berdasarkanpertimbangan kemaslahatan seluruh umat manusia dan prinsip-prinsip dasar untukmewujudkan kesejahteraan bersama (mabadi’ khairu ummah) yang dirumuskan dengancakupan yang luas. Dengan begitulah agama menjadi kekuatan pembebas dan penyatuberbagai kepentingan dalam masyarakat. (Abdurrahman Wahid, 1995).
Sebagai ormas Islam terbesar diIndonesia, Nahdlatul Ulama (NU) sangat mendukung terwujudnya nilai-nilai(values) HAM dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bukan sekadar teori atauwacana, NU pun sudah melaksanakannya. NU sangat konsen dengan penegakannilai-nilai HAM di Indonesia, hal ini tertuang sesuai dengan KeputusanMusyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama pada 1997 di Lombok, NusaTenggara Barat, dengan merekomendasikan agar lima prinsip dasar kemanusiaanmenjadi konsep yang utuh untuk memperjuangkannya terwujudnya al-huquqal-insaniyyah (HAM) secara aktif dan sungguh-sungguh di bumi Indonesia.
Pertama, hifzh al-din, memberikan jaminanhak kepada umat Islam untuk memelihara agama dan keyakinannya (al-din).Sementara itu Islam juga menjamin sepenuhnya atas indentitas (kelompok) agamayang bersifat lintas etnis, oleh karena itu Islam menjamin kebebasan beragama,dan larangan adanya pemaksaan agama yang satu dengan agama yang lainnya.
Kedua, hifzh al nafs wa al-’irdh,memberikan jaminan hak atas setiap jiwa (nyawa) manusia, untuk tumbuh danberkembang secara layak. Dalam hal ini Islam menutut adanya keadilan, pemenuhankebutuhan dasar (hak atas penghidupan) pekerjaan, hak kemerdekaan, dankeselamatan, bebas dari penganiayaan dan kesewenang-wenangan.
Ketiga, hifzh al-’aql, adalah adanyasuatu jaminan atas kebebasan berekspresi, kebebasan mimbar, kebebasanmengeluarkan opini, melakukan penelitian dan berbagai aktivitas ilmiah. Dalamhal ini Islam melarang terjadinya perusakan akal dalam bentuk penyiksaan,penggunaan ekstasi, minuman keras dan lain-lain.
Keempat, hifzh al-nasl, merupakan jaminanatas kehidupan privasi setiap individu, perlindungan atas profesi (pekerjaan),jaminan masa depan keturunan dan generasi penerus yang lebih baik danberkualitas. Free sex, zinah menurut syara, homoseksual adalah perbuatan yangdilarang karena bertentangan dengan hifzh al-nasl.
Kelima, hifzh al-maal, dimaksudkansebagai jaminan atas pemilikan harta benda, properti dan lain-lain. Danlarangan adanya tindakan mengambil hak dari harta orang lain, seperti mencuri,korupsi, kolusi, monopoli, oligopoli, dan monopsoni.
Limaprinsip dasar kemanusiaan (al huquq al insaniyyah) di atas sangat relevan danbahkan seiring dengan prinsip-prinsip hak-hak asasi manusia (HAM). Di sampingitu, Islam sebagai agama tauhid, suatu keyakinan (akidah) yang secaratransendental, dengan menisbikan tuntutan ketaatan kepada segenap kekuasaanduniawi serta segala perbudakan manusia dengan berbagai macam jenis kelamin,status sosial, warna kulit dan lain sebagainya. Keyakinan semacam ini jelasmemberikan kesuburan bagi tumbuhnya penegakan HAM melalui suatu kekuasaan yangdemokratis. 

Oleh: Akhmad Syarief Kurniawan

(Sumber: Lampung Post, 10 Desember 2010)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BENARKAH KEPUTUSAN MUKTAMAR NU I DAN KITAB I’ANAT ATH-THALIBIN MELARANG TAHLILAN?

Muqaddimah Pidato/Ceramah di Kalangan Nahdlatul Ulama

Membaca Wirid Dan Doa Setelah Shalat