Tentang Sebuah Ma’ahad Aly - KH. M. Hasan Basri

Ma’had Aly ( Sukerejo – Situbondo, selanjutnya ditulis MA) lahir dari sebuah kegelisahan atas gejala semakin lamgkahnya ulama. Diujung tahun delapan puluhan semakin banyak saja kyai-kyai sepuh dilingkungan Nahdlatul Ulama yang berpulang kehadirat Allah. Sementara dipihak lain, tidak muncul generasi-generasi baru yang terlihat mampu menggantikan posisi keagamaan dan kemasyarakatan mereka. Hal ini merupakan tikaman tajam bagi pesantren. Peran pesantren melahirkan kader-kader Ulama, kembali dipertanyakan.
Dari suasana psikologis macam inilah MA lahir. Alm. KHR As’ad  Syamsul Arifin yang menakhodai kelahiran lembaga ini, seolah hendak mendarmabaktikan karya terakhir dan termonumentalnya umtuk masa depan Islam dan umat Islam. Maka melalui proses ketat, serius dan melelahkan, pada tahun 1990, MA resmi dibuka.
Perguliran waktu selanjutnya telah membawa MA kini keusianya yang ke 10 tahun. Dalam rentang waktu sepanjang itu, banyak hal yang telah dilakukan MA sebagaimana juga lebih banyak hal yang telah dilakukan. Tulisan ini, hendak bercerita apa adanya tentang pengalaman hidup MA: kegitan keilmuan, pengaruh internal-eksternal, mimpi-mimpi yang hendak digapainya, problem-problem riil yang dihadapinya hingga permintaan-permintaa ( kalau ada yang perlu dan harus dimintai).

Kegiatan Keilmuan
Ada dua prinsip yang mendasari kegiatan keilmuan di MA: pengusaan materi pembelajaran (takhassus fiqh wa ma yata’allaq bih) sedalam mungkin dan pencarian terus-menerus relevansi materi-materi pembelajaran dengan relitas sosial yang sedang in. Dua prinsip ini, secara otomatis membelah model belajar dan titik tekanan masing-masing dalam aktivitas keilmuan MA. Yang pertama mengambil bentuk pada perkulihan pokok, kajian teks kitab dan studi perbandingan mahzab. Sementara penerbitan yang kedua, mewujud pada aktivitas diskusi materi analisis sosial, siding redaksi dan sesekali menggelar seminar local, regional maupun nasional.
Dalam hal materi, ada dua keahlian yang hendak dibekalkan : pertama, kemampuan membaca kitab kuning seteliti mungkin. Untuk ini, sengaja dipilih kitab-kitab dengan redaksi yang njelimet semacam fath al-wahab, jam ‘wa adillatuh, ilm ushul alfiqh lil abd wahab al- al-khallaf, fiqh az-zakah-nya Yusuf – ALQARDAWI, juga sangat akrab dengan santri-santri MA. Di luar itu, menu tambahan yang menompang keutuhan kajian fiqh dan kesyamilan pengetahuan keislaman tetap diberikan. Maka, ada juga materi pembelajaran : tafsif ayat al-ahkam, ahadist al-ahkam, fiqh as-sirah, ulum alhadist, ‘ulum al- quran , hikam at- tasyri’ tarikh attsry, aqidah islamiyah dan ulum at-tasawuf.   
Sejak angkatan pertama, sesungguhnya prinsip-prisip ini coba diterapakan. Hanya intensitas dan bentuknya yang berbeda dari angkatan pertama masing-masing angkatan memakan waktu tiga tahun hingga sekarang angkatan keempat. Dalam garis besar perjalannya. Boleh dikata ada grafik pertambahan aktifitas keilmuan dari angkatan ke angkatan, sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 ini. Angkatan pertama sebagai generasi mulai muncul proporsi yang relative berimbang antara kegiatan pengajian (kuliah) dan pengkajian (baths al –masa’il dan diskusi). Dan angkatan ketiga, telah menorehkan prestasi tersendiri oleh sebab menu kajiannya bertambah dengan kajian mas’il fiqhiyah kontemporer mingguan dengan perpaduan antara analisis social (secukupnya) dan analisis fiqhiyah yang diterbitkan menjadi lembaran mingguan dengan perpaduan antara analisis social (secukupnya) dan analisis fiqhiyah yang diterbitkan menjadi lembaran mingguan” Tanwirul Afkar”. Dua tahun penerbitan (1997-1999) “ Tanwirul Afkar” ini terlah mewujud buku berjudul : FIQH RAKYAT, Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan, hasil kerja dengan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS )Yogyakarta.
Begitulah, kini santri-santri MA angkatan keempat (1999-2000) terlibat intens pada kegiatan keilmuan : kuliah harian, diskusi rutin dengan menu fath al-wahhab dan bidayah al-mujahid , kajian masa’il fiqhiyah untuk penerbitan Tanwirul Afkar, diskusi lepas dan tidak mengikat filsafat dan ilmu-ilmu social dan beberapa kali perluasan cakrawala berfikir, kini ada menu tambahan, yaitu kuliah dari dosen-dosen tamu intelektual termuka di tanah air yang diatur tematik dengan jawal tersendiri.
Maka sampai saat ini capaian MA di bidang keilmua adalah : pertama, ada standar pengusaan kitab yang stabil dari angktan pertama hingga keempat. Kedua, kempapuan (meski belum canggih) merawat fiqh dan mencoba untuk terus menerus mempersambungkannya dengan relitas social. Ketiga, sebuah peneguhan untuk terus belajar perangkat analisis social, oleh karena fiqh tidak akan bias berbicara tanpa kemampuan memahami relitas secara tuntas.

Pengaruh MA
1.      Keluar  Pesantren
Ø  Image
Dimaksudkan dengan image, adalah bahwa ada citra positif dari masyaraka, khusunya masyarakat Situbondo tentang MA dan produk lulusannya.

Ø  Kepercayaan
Akibat tak terletak dari citra positif, ada kepercayaan dari pihak luar pesantren terhadap MA. Bukti paling nyata adalah kerjasama MA dengan PT.TELKOM unmtuk menyelenggrakan layanan konsultasi  Hukum Islam untuk khayalak luas. Melalui saluran ini santri-santri MA mengenai apa kata Fiqh tentang persoalan-persoalan yang dikonsultasikan.
Ø  Pengembangan Wacana dan Perubahan Sosial
Ditingkat Situbondo, santri-santri MA cukup diperhitungkan dalam forum-forum bahtsul masa’il. Begitu juga forum serupa antar pesantren. Selebihnya, pikiran-pikiran yang berkembang di MA bias terpublikasi ke akar massa melalui dua jalur : Radio BAHASA FM dan Lembaran Tanwirul Afkar. Bahkan sejak lulusan angkatan kedua pesantren-pesantren di luar Jawa, seperti di Sulewesi.

Di dalam Pesantren

Ø  Mencerdaskan Santri
Ø  Benteng keilmuan Pesantren
Ø  Alat Kontrol Pesantren

Mimpi  - Mimpi MA

Ø  Memunculkan Perangkat Produk Fiqh Baru
dari pergulatan Fiqh MA dalam upaya mempertautakan Fiqh dengan relitas, ternyat betapa terbatasnya persediaan fiqh dan betapa terbatsnyaperubahan relaitas. Maka ketika fiqh yang sebagian besar untuk tidak mengatakan seluruhnya muncul sebagian besar respon terhadap masa lampau dan hendak “ dipaksa” menjawab persoalan masa kini, fiqh sering keteteran. Lantas pilihan yang lebih maju, adalah mencoba memakaqi ushul al-fiqh dengan segala perangkatnya yang sudah dipakai, dengan perangkatnya yang paling kompromi dengan realitas sekalipun: masalah, realitas harus rela tundukpada otoritas nash  akibatnya, jawabannya menjadi tidak menyelesaikan masalah. Nanti , MA ingin bagaimana mewujudkan sebuah perangkat produksi fiqh yang memeiliki legitimasi Tuhan dan amnesia sekaligus, melalui eksperimen yang telaten, cerdas, tepat membaca perubahan dan berprepktif masa depan. Untuk tujuan ini dua sayap : nash dan realitas harus dijadikan modal utama.

Ø  Santri_santri Bisa Bermaindan Mewarnai Bersama Perubahan
sejak, semula idelaisme permunculan MA adalah untuk mencetak kader-kader ahli fiqh. Mengapa Fiqh ? karena bagian yang paling nyata dan dinamis dari islama adalah Fiqh. Fiqh-lah yang paling berpeluang men-setup perubahan social. Untuk itu, Ma teramat ingin  alumni – alumni yang lengkap perangkat analisis fiqhyah dan sekaligus sosialnya. Sehingga mereka bias tegak bertanggung jawab di hadpaqn Tuhan dan manusia, di hadapan agama dan masyrakat, di dunia dan akhirat.

Ø  Mencari Unggulan< Diburu Bergengsi< canggih dan Profesional
Secara kelembagaan < MA ingin mewakili gereget sekian banyak umat Islam (khususnya kalangan nahdiyin ) Indonesia untuk memiliki lembaga pendidikan Islam yang berkualitas, canggih dan professional. MA hendak mmenjadi tempat penggemblengan manusia-manusia terpilih, calon utama yang kan membawa umatnya menuju struktur social yang adil, sejahtera ,cerdas dan takut kepada Allah. Nilai islam hidup dihati dan relitas keseharian. Tidak ada lagi di slogan dan mimpi para pemimpinnya.

PROBLEM –PROBLEM MA

Ø   Networking, Terbatas
Keterbatsan jaringan, sampai diusianya yang ke 10, telah menjadikan percerpatan kemajuan MA mengalami hambtan. Jaringan MA, baik secra keilmuan mapun pengembangan kelembagaan, harus diakui sangat lemah. RMI yang dulunya dinaungi secara formal oleh MA, tidak memberikan kontribusi yang jelas. Akibat jaringan yang lemah, suplay informasi keilmuan –dalam wilayah Indonesia, maupun dunia internasional menjadi terbata. Selanjutnya, pengembabngan kelembagaan fasilitas, tenaga akademik, rekrutmen santri, perpustakaan, dst. Hanya bisa dilakukan sejauh kemampuan pengolah MA dana yang pas-pasan

Ø  Kerangka Berpikir, Lemah
Kelemahan mendasar santri MA bukan terletak pada kemampuan baca kitab atau pengusaan furu ‘ fiqhyah, melainkan pada kemampuan berpikir filosofis, logis, sistemastis, terkerangka dan cepat memahami bangunan dan persoalan atau juga produk pikiran yang dihadapi. Akibat, seringkali muncul kebingungan ketika berhadpan dengan masalah-masalh yang dimensinya kompleks dan sekian banyak luberan bagaimana memahami sebuah persoalan secra utuh dan cermat dan lanats bagaimana mempertautannya dengan fiqh dengan pernikahan yang tegas kepada kemaslahata. Tidak bnayak snatri MA yang telah berkenalan dengan beragam model dan kerangka berpikir. Rujukan andalan yang paling canggih, sejauh ini, barulah ushul al-fiqh.

Ø  Kekurangan Bahan Pustaka
Keterbatasan jaringan dan dana berimbas pada keterbatasan bahan pustaka. Bahan pustaka di MA tidak sangat kurang. Kitab-kitab tafsir, hadist dan fiqh cukup mencerminkan pikiran-pikiran yang pernah adalah dalam khazanah pemikiran keislaman. Hanya saja, pertahana koleksi pustaka, tidak bisa terus dilakukan.  Padahal, sebagai konsekuensi dari aktifitas berpikir, meneliti dan ingin tahun informasi keilmuan terbatu yang terus dilakukan, kebutuhan terhadap  kitab-kitab dan buku-buku baru tidak lagi terelaka. Sehingg, yang terjadi lantas “ tidak ada rotan , akarpun jadi”.

Ø  Terasing dari Komunitas
Santri MA baru akrab dengan komunitas santri, tidak masyarakat. Masa’il fiqhiyah yang terus menjadi bahan kajian, tidak diperoleh dari sumber primer. Tidak diperoleh dari hasil berdampingan dan investigasi langsung ke wilayah kasus. Tetapi diperoleh dari Koran, telepon, cerita dst. Akibatnya, pendalaman masalah menajdi tidak bisa dilakukan secara sunggu-sungguh. Banyak dimensi yang tereduksi dari bahasan-bahasan fiqhiyah tentang sebuah kasus oleh karena tidak cukup informasi soal kasus dibahas.

  
Yang Dimintai atau diusulkan
Kalau perlu ada yang diusulkan untuk pengembangan MA ke depan yang bisa saya usulkan adalah:

1.      Sumber dana yang kuat dan permanen
2.      Kehadiran guru besar
3.      Computer dan internet
4.      Pelatihan –pelatihan (Ansos, Filsafat,Investigasi,Jurnalistik)
5.      Pengakuan dan formalitas
6.      Konsurium MA ( Jaringan MA se-Indonesia)



Disampaikan Pada Lokakarya Nasional Ma’ahad Aly, 20-21 November 2000, Kerjasama RMI dengan P3M



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muqaddimah Pidato/Ceramah di Kalangan Nahdlatul Ulama

Membaca Wirid Dan Doa Setelah Shalat

BENARKAH KEPUTUSAN MUKTAMAR NU I DAN KITAB I’ANAT ATH-THALIBIN MELARANG TAHLILAN?