Mukernas Ke-5 RMI Berakhir - Menag: Para Ulama Tak Boleh Berhenti Pada Pendekatan Legal

- Mukernas Ke-5 RMI Berakhir - 

Menag: Para Ulama Tak Boleh Berhenti Pada Pendekatan Legal 

Menteri Agama (Menag) Dr Tarmidzi Tahir mengatakan, para ulama tidak boleh lagi berhenti pada pendekatan legal formalistik, hanya menerapkan dan melanjutkan fiqih lama secara tekstual, tetapi perlu melihat makna dari ajaran agama untuk selalu membawa umat manusia kepada kesejahteraan, kepada rahmat dan kepada kebahagiaan. 

Hal itu dikatakan Menag ketika menutup Mukernas ke- 5 Rabithah Ma'ahid  Islamiah (RMI), Selasa (5/11) siang di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Kraksaan, Probolinggo. Mukernas yang diikuti sekitar 1.750 peserta dari pengurus cabang, daerah serta pimpinan Pengasuh Pondok Pesantren se-Indonesia itu, Sabtu (2/11) lalu dibuka oleh Presiden Soeharto. 

Dikemukakan, sebagai umat mayoritas di negeri ini, tanggung jawab umat Islam dituntut bersifat mayoritas pula dalam mempertahankan kesatuan dan persatuan, dalam membangun dan mensejahterakan bangsa. Untuk itu, kata Tarmizi Tahir, kiprah keluarga Pesantren dalam Pembangunan Nasional tidak dapat ditawar lagi. 

''Ini hanya mungkin dicapai, apabila warga Pesantren memiliki keterampilan tinggi yang mampu mengubah lingkungan miskin dan tak berdaya menjadi umat yang kuat akhlaknya, sejahtera materialnya, lewat pendidikan dan tetap berjiwa mandiri serta penuh percaya diri dalam kehidupan modern yang makin rumit,'' tandas Menag. 

Sebelumnya, Pimpinan pengasuh Ponpes Zainul Hasan, KH Mohammad Hasan Mutawakkil Alallah selaku shohibul bait (tuan rumah) menyatakan terharu, karena Presiden sendiri berkenan membuka Mukernas ke-5 RMI. Lebih dari itu Mukernas berhasil mewujudkan kesan indah karena tetap mengentalkan nafas ukhuwah Islamiah (persatuan Islam). 

''Saya mohon maaf, jika sebagai tuan rumah, upaya kami yang sudah maksimal masih terdapat banyak kekurangan,'' kata kiai muda yang baru berusia 41 tahun tersebut. 

Ikut memberikan sambutan pada upacara penutupan Mukernas, KH Azis Masyhuri Ketua Umum PP RMI yang juga Pengasuh Ponpes Mambaul Ulum, Denanyar, Jombang, KH Hafidz Usman salah satu Ketua PBNU yang mewakili PBNU.


Hasil Mukernas 

Mukernas RMI tersebut menyerukan kepada semua pemimpin bangsa dan umat di semua jajaran, hendaknya senantiasa mendorong dan menumbuhkembangkan kepemimpinan uswatun hasanah (tauladan) dalam rangka membangun manusia Indonesia menyongsong kepemimpinan masa depan. 

Sedangkan kepada umat Islam Indonesia diserukan, agar tetap memelihara dan meningkatkan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta senantiasa menempatkan diri sebagai rahmatan lil alamin (memberi rakhmat seluruh alam). 

Demikian antara lain bagian terpenting dari hasil keputusan sidang komisi rekomendasi dalam sidang pleno Mukernas ke-5 RMI di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, Pajarakan, Probolinggo, Senin (4/11) malam. 

Dalam sidang pleno yang dimulai pukul 22.00 dan berakhir tepat pukul 24.00 WIB dipimpin Ketua Umum RMI, KH Azis Masyhuri serta dihadiri seluruh peserta Mukernas serta disaksikan shohibul bait (tuan rumah), KH Mohammad Hasan Mutawakkil Alallah, menetapkan 14 butir rekomendasi untuk dapat dengan sungguh-sungguh diperhatikan dan dilaksanakan Pengurus Pusat (PP) RMI dengan penuh rasa tanggung jawab. 

Meski Mukernas kali ini sempat dinilai sejumlah kiai hampir sama dengan Mukernas sebelumnya, namun beberapa rekomendasi yang faktual dan perlu segera ditindaklanjuti bisa disebut sebagai terobosan baru. 

Seperti, PP RMI segera mengimbau kepada Depag, agar berupaya mendapatkan jumlah kuota haji Indonesia lebih banyak dari yang sudah ditetapkan pihak pemerintah Arab Saudi dan sekaligus menekan biaya ongkos haji, misalnya. 

Kepada pengasuh pondok pesantren juga diimbau untuk lebih memperkokoh jatidirinya sesuai naskah deklarasi jatidiri dan wawasan pesantren. Selain itu PP RMI juga di amanatkan untuk menjalin komunikasi dan kerja sama dengan pemerintah/departemen dalam meningkatkan kualitas pesantren, baik fisik maupun nonfisik. 

Komisi yang diketuai KH Zakaria dengan sekretaris H Nurhadi Hasan tersebut, juga mengamanatkan kepada PP RMI agar merespon dan mencermati kejadian atau fenomena aktual untuk disampaikan kepada semua pihak agar tercipta ketenangan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Sesuai Kebutuhan Ketua Umum PP RMI, KH Azis Masyhuri, usai penutupan pleno, menolak anggapan kualitas mukernas kali ini menurun dibanding sebelumnya. ''Di setiap Mukernas RMI, rekomendasinya senantiasa disesuaikan dan diselaraskan dengan kondisi yang faktual dan dibutuhkan segera,'' ujar Pengasuh Ponpes Mambaul Ma'arif, Denanyar, Jombang yang senantiasa berpenampilan low profile itu. 

Ditambahkannya, semua yang diputuskan memang tidak ada yang seperti diputuskan pada mukernas-mukernas sebelumnya. Fenomena yang ada saat itu kan lain dengan yang sekarang, ujarnya. 

Soal mencuatnya pertanyaan seorang peserta mukernas yang sempat menanyakan kepada Menristek Prof BJ Habibie tentang kesiapannya menjadi calon wakil presiden, menyusul isu yang selama ini berkembang, Kiai Azis terdiam sejenak. 

''Begini,'' ujarnya mengawali jawaban dari pertanyaan wartawan yang dirasakannya agak rikuh untuk diungkapkan secara terbuka. Soal isu wapres itu sebenarnya bukan kewenangan RMI. Sebab RMI itu hanyalah satu kelembagaan di dalam NU yang jelas-jelas merupakan organisasi masyarakat keagamaan dan sama sekali bukan organisasi politik. 

Azis Masyhuri selaku Ketua Umum PP RMI bahkan menyatakan kepuasannya dengan pelaksanaan Mukernas di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong kali ini, yang dinilainya telah menepis jauh-jauh anggapan minor selama ini yang seolah-olah NU tidak mau akur (kompromi) dengan umaro (pemerintah).


Rekomendasi 

Dari 14 butir hasil keputusan sidang Komisi Rekomendasi Mukernas ke 5 RMI itu di antaranya adalah; mengamanatkan kepada PBNU untuk memberikan batasan tentang rujukan kitab yang muktabaroh (banyak diikuti) maupun yang non-muktabaroh. Mengam anatkan kepada PBNU agar secepatnya merealisasi tentang pedoman kitab Ahlussunnah wal Jamaah (orang yang menganut paham sunnah Nabi). 

Mengamanatkan kepada PP RMI untuk menjalin komunikasi dan kerja sama dengan pemerintah demi peningkatan kualitas pondok pesantren, baik bersifat fisik mau pun non-fisik. Membuat pilot proyect (proyek percontohan) baik dalam bidang pendidikan, sosial budaya, ekonomi maupun keilmuan. 

Pondok pesantren adalah tulang punggung NU, karenanya jajaran pimpinan RMI mengimbau agar kepada semua pimpinan NU mendukung tumbuh dan berkembangnya RMI di daerah (cabang). Mengamanatkan kepada PP RMI untuk membuat standarisasi kurikulum dan metode pengajaran di lingkungan Ponpes. 

Mengamanatkan kepada PP RMI untuk merespon dan mencermati kejadian atau fenomena aktual untuk disampikan kepada semua pihak agar tercipta ketenangan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. PP RMI diimbau agar mengusulkan kepada pemerintah agar merevisi dan menyempurnakan kompilasi Hukum Islam. 

Mukernas ke RMI yang berlangsung empat hari itu, Selasa (5/11) pagi ditutup Menteri Agama Tarmizi Taher.


Kembangkan Koperasi 

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Subiakto Tjakrawerdaja mengatakan, jumlah Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) dewasa ini 1.050 buah. Jumlah itu baru sekitar 12,3 persen dari jumlah Pondok Pesantren yang ada sebanyak 8.555 buah. Jumlah anggota Kopontren 202.294 orang, yang baru mencapai 10,1 persen dari jumlah seluruh santri yakni sekitar 1.852.280 orang. 

Menteri yang tampil di depan Mukernas Minggu (3/11) petang, membawakan ceramahnya yang bertema; Kebijaksanaan pengembangan dan pembinaan koperasi pondok pesantren. 

''Pondok pesantren (Ponpes) di lingkungan jamiyah Nahdlatul Ulama, bukanlah hal baru,'' kata Menteri. Sebab, para pendiri NU seperti almarhum KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Hasbullah serta KH Bisri Syamsuri telah terlebih dahulu memiliki pengalaman mengembangkan koperasi di Jombang sebelum mendirikan jamiyah NU tahun 1926. 

Oleh karenanya, perlu segera dilakukan upaya-upaya untuk mempebesar jumlah Kopontren dan anggotanya. Ini merupakan tantangan bagi para kiai pengasuh pondok pesantren, tandasnya. 

Menurut Menteri, pembentukan dan pengembangan Kopontren adalah sangat strategis karena bukan saja sebagai lembaga ekonomi untuk memenuhi kebutuhan para santri dan warga pesantren, namun juga masyarakat di sekitarnya.


Tantangan Modernisasi 

Sedangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wardiman Djojonegoro pada sesi berikutnya mengungkapkan Islam sebenarnya tidak perlu cemas dihadapkan pada tantangan modernisasi dan industrialisasi. Yang perlu dikaji adalah, bagaimana mewujudkan keunggulan dan kemodernan nilai-nilai Islam dalam kenyataan, sehingga mempunyai kontribusi yang nyata dalam pengembangan budaya nasional. 

Mendikbud yang tampil dengan ceramahnya bertema; Islam dan pengembangan nilai-nilai budaya serta keunggulan nasional, lebih lanjut menyarankan, yang perlu dikaji sekarang adalah bagaimana dapat dilakukan penyegaran pemahaman yang disebut dengan reinterpretasi atau revitalisasi nilai-nilai Islam itu sendiri agar tidak saja dapat kompatibel dengan kebutuhan, tetapi juga menjadi kekuatan pendorong pengembangan budaya nasional. 

Mendikbud memberi masukan, perlunya mengubah cara pendekatan dalam memahami nilai-nilai Islam dari pendekatan subjektif ke pendekatan objektif. Juga perlu mengembangkan ajaran Islam secara lebih konteks- tual. Yaitu dengan pendekatan yang terkait dengan persoalan dan kebutuhan manusia masa kini dalam lingkup lokal. 

Di akhir ceramahnya, Wardiman menguraikan tentang wawasan keunggulan. Yakni, cara pandang seseorang atau masyarakat yang melahirkan cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang senantiasa mengupayakan hasil maksimal dari potensi yang ada. 

Dimilikinya wawasan keunggulan bagi bangsa Indonesia merupakan hal amat menentukan keberhasilan memasuki era globalisasi yang diwarnai oleh persaingan yang ketat antarbangsa, katanya. (070/H-4)

Post: Suara Pembaharuan,  Jum'at 08 November 1996

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muqaddimah Pidato/Ceramah di Kalangan Nahdlatul Ulama

Membaca Wirid Dan Doa Setelah Shalat

BENARKAH KEPUTUSAN MUKTAMAR NU I DAN KITAB I’ANAT ATH-THALIBIN MELARANG TAHLILAN?