Mandiri dan RMI-NU Gelar Lokakarya Enterpreneuship Pesantren di NTB


Sebanyak 500 santri dari 28 pondok pesantren di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat mengikuti kegiatan lokakarya Bank Mandiri masuk pondok pesantren dalam rangka menumbuhkembangkan minat menjadi wirausahawan.

Kegiatan workshop wirausaha mandirigoes to pondok pesantren yang digelar di Ponpes Qomarul Huda Bagu, Kabupaten Lombok Tengah dibuka oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) H Muhammad Nur, Jumat (30/11).

Hadir pada acara itu, Direktur Pelayanan dan Strategi Bank Mandiri Pahala N Mansury, Wakil Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Prakoso Budi Susetyo, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi NTB H Mohammad Rusdi, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi NTB H Lalu Syafi'i, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama Drs. Miftah Faqih MA, serta Pimpinan Pondok Pesantren Qomarul Huda Tuan Guru H Lalu Turmudzi Badarudin.

Direktur Pelayanan dan Strategi Bank Mandiri Pahala N Mansury, mengatakan, pihaknya terus merealisasikan komitmen untuk menciptakan para wirausahawan tangguh dalam rangka mendorong peningkatan perekonomian tanah air.

"Kegiatan di Ponpes Qomarul Huda, adalah salah satu wujud komitmen kami dalam mendidik calon wirausaha dari kalangan santri. Sebelumnya, kami juga sudah masuk di lingkungan perguruan tinggi untuk memotivasi para calon sarjana untuk menjadi pengusaha sukses," katanya.

Dia mengatakan, kegiatan lokakarya di Pondok Pesantren Qomarul Huda, merupakan bagian dari rangkaian program wirausaha muda mandiri goes to pesantren.

Kegiatan serupa juga digelar di Pondok Pesantren Martapura, Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam, Tegalrejo, Magelang, Pondok Pesantren Manonjaya, Tasikmalaya, dan Pondok Pesantren Qodratullah, Palembang.

Program wirausaha mandiri merupakan bentuk kepedulian Bank Mandiri sekaligus dukungan untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan di kalangan santri.

Menurut Pahala, keberadaan pondok pesantren di tengah masyarakat memiliki makna strategis untuk mengembangkan sentra ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan kewirausahaan di pesantren juga dapat menumbuhkan sentra ekonomi yang dapat menyejahterakan masyarakat sekitar lingkungan pondok pesantren.

Pesantren juga telah lama mengakar di masyarakat. Hal ini merupakan kekuatan yang dapat membangkitkan semangat masyarakat dalam meraih kemajuan hidup.

"Melalui program ini, kami ingin meningkatkan keterampilan santri di pondok pesantren di wilayah Lombok, untuk menumbuhkan sense of business sehingga akan tercipta wirausaha-wirausaha muda potensial," ujarnya

Menurut Drs. Miftah Faqih, dalam sejarahnya, pesantren merupakan elemen penting bagi perkembangan bangsa, bahkan jauh sebelum Indonesia terlahir. Pesantren lahir karena kebutuhan kehidupan yang mencangkup kebutuhan duniawi, dengan penekanan khusus pada bekal di akhirat. Spesifikasi pesantren nampak lebih pada hal-hal terkait keagamaan. Namun, tak melepaskan kepentingan hidup di dunia ini, bagaimanapun pesantren adalah bagian dari kehidupan besar di dunia ini. 

"Huruf tak akan bermakna jika sendiri dan terpisah, ia harus terkait dengan yang lain. Demikian pula dengan santri, harus terkait dengan yang lain."

Pesantren dan santrinya harus berjejaring, bersilaturahim menghidupkan kemaslahatan bagi sesama yang lain. Hanya dengan begitu, kekuatan pesantren sebagai elemen penting bangsa akan nampak. Seperti halnya yang diajarkan Rasulullah SAW, yang tak lain merupakan pedagang sukses, jujur, amanah, dan dapat di percaya. Ini bisa menjadi spirit bagi para santri untuk terus melangkah tanpa meninggalkan teladan Nabi. Tentu sebagai kaum yang biasa mengkaji ilmu-ilmu agama, para santri tak akan asing dengan pesan Rasulullah SAW, bahwa "Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia. (HR Thabrani dan Daruquthni, dari Jabir RA)
Lebih lanjur menurut Miftah, para santri sekarang tak boleh berpangku tangan. Dengan setiap hal yang dimilikinya, dan setiap hal potensi yang bisa dikembangkanya pesantren harus menjadi aktor untuk kemaslahatan bersama dengan kyai dan santri alumni sebagai ujung tombaknya.

"Kita tidak bisa hanya sebagai pembaca sejarah. Sebagaimana yang telah diwariskan para sesepuh kita harus membuat sejarah. Ujung tombak pesantren: kyai dan alumni. Alumni berkarya maka ia mengangkat martabat almamaternya . Demikian pula sebaliknya, bila alumninya pulang dan menjadi beban masyarakat, maka jatuhlah martabat pesantrennya." terangnya.

(ant/skala/rmi-nu)





Post: Skala News
Repost: Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (PP-RMI-NU) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membaca Wirid Dan Doa Setelah Shalat

Muqaddimah Pidato/Ceramah di Kalangan Nahdlatul Ulama

BENARKAH KEPUTUSAN MUKTAMAR NU I DAN KITAB I’ANAT ATH-THALIBIN MELARANG TAHLILAN?